Beranda News

PKS Mendesak Pemerintah Cabut Klaster Ketenagakerjaan dari Omnibus Law Ciptaker

Wakil Ketua FPKS DPR RI Dr. H. Mulyanto M. Eng,Pelita.co (dok ist)

JAKARTA,Pelita.co –  Fraksi menagih janji untuk mencabut klaster ketenagakerjaan dalam RUU Cipta Kerja yang sekarang dibahas RI.

Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI, Bidang Industri dan Pembangunan, Mulyanto, menyebutkan keberadaan kluster ketenagakerjaan dalam RUU Ombibus Law tersebut sangat kontroversial. Dengan demikian sudah selayaknya Pemerintah dan DPR RI mencabut ketentuan itu untuk menghindari gejolak di masyarakat.

“Saya mendesak Pemerintah segera menepati janji untuk mencabut klaster ketenagakerjaan dari RUU Cipta Kerja itu.

Pemerintah sebaiknya mendengar aspirasi masyarakat yang keberatan dengan berbagai ketentuan terkait ketenagakerjaan yang diatur dalam RUU itu,” tegas Mulyanto. Kamis (6/8).

Terkait klaster ketenagakerjaan ini, Fraksi PKS menilai ada beberapa pasal yang sangat merugikan pekerja nasional. Di antaranya terkait masalah upah, pesangon dan perizinan tenaga kerja asing.

Dalam RUU Cipta Kerja ini ketentuan upah minimum akan dihapuskan, perhitungan pesangon bagi karyawan yang diberhentikan menjadi lebih kecil, ketentuan penggunaan tenaga alih daya (outsourching) diperluas tanpa batas untuk semua jenis pekerjaan, diperluasnya sistem kerja kontrak, serta berpotensi menghilangkan jaminan sosial bagi pekerja.

Baca juga :  Ditemukan Kasus Omicron, Puan Imbau Anggota DPR Gunakan Masa Reses Ajak Warga di Dapil Perketat Prokes

“Ini semua adalah ketentuan-ketentuan dalam RUU Omnibus Law yang berpotensi memperlemah perlindungan terhadap tenaga kerja, meningkatkan ketimpangan penerimaan mereka, yang pada gilirannya akan memperlemah produktivitas dan tenaga kerja kita.

Sementara ketentuan bagi pekerja asing justru dipermudah seperti, dibolehkannya menggunakan tenaga kerja asing () untuk pekerjaan yang tidak perlu keahlian khusus (unskill workers), dihapusnya syarat Izin Menggunakan TKA (IMTA), tidak diperlukan standar kompetensi TKA, dihapusnya kewajiban pengadaan tenaga pendamping bagi TKA dengan jabatan tertentu, dihapusnya larangan bagi TKA untuk menjadi pengurus di lembaga penyiaran swasta, serta dihapusnya syarat rekomendasi dari organisasi pekerja profesional bagi TKA ahli di bidang pariwisata,” papar Mulyanto.

“Inikan sangat kontradiktif. Di satu sisi RUU Omnibus Law Ciptaker memperlemah perlindungan terhadap tenaga kerja nasional kita, namun di sisi lain membuka pintu lebar-lebar bagi kemudahan datangnya TKA.

Baca juga :  Sampaikan Aspirasi Buruh, Walikota Tangerang Surati Pemerintah Pusat

Karena itu sangat wajar dan dapat dimengerti kalau para pekerja kita menolak keras ketentuan-ketentuan dalam klaster ketenagakerjaan RUU Omnibus Law Ciptaker ini. Hal ini kami rasakan benar, saat PKS berdialog menerima aspirasi berbagai serikat kerja nasional,” lanjut Mulyanto.

Anggota Badan Legislasi dari Fraksi PKS ini menegaskan partainya konsisten bersama dengan para untuk menolak klaster ketenagakerjaan dalam RUU Omnibus Law Ciptaker ini.

Mulyanto mengutip laporan World yang dirilis Juli ini dengan judul Indonesia Economic Prospects: The Long Road to Recovery.

World Bank menilai terdapat beberapa klausul dalam RUU Omnibus Law Ciptaker yang berpotensi merugikan ekonomi Indonesia. World Bank menyoroti skema upah minimum serta pembayaran pesangon lebih longgar dibandingkan dengan ketentuan dalam UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan.

Ketentuan ini berpotensi memperlemah perlindungan terhadap tenaga kerja serta meningkatkan ketimpangan penerimaan.

Baca juga :  Meriahkan HUT RI Ke 78, Pengelola Pasar Tradisional Mauk Gelar Kontes Nyanyi Dangdut dan Bulutangkis

Atas dasar pertimbangan objektif itu, kata Mulyanto, PKS akan kawal pembahasan RUU Cipta Kerja ini agar tidak merugikan masyarakat, terutama kalangan pekerja. (rls)