Beranda Opini

Antara Jokowi dan Megawati

Oleh Zulfata Direktur Kartika Cendekia Nusantara (KCN), Jakarta Selatan.(Dok Ist)

Pelita.co – Siapa yang tidak kenal dengan Megawati Soekarnoputri, hampir seluruh hidupnya bergelut dengan dan kekuasaan. Politisi ulung keturunan Soekarno tersebut telah menjadi pemain kunci pada beberapa titik sejarah politik Indonesia masa dan pasca reformasi. Muncul dan dalam politik telah menjadikannya the making maker di saat Jokowi melaju naik dalam karir politiknya. Tidak hanya di Solo, DKI , hingga RI dua periode. Meskipun demikian, di antara Jokowi dan Megawati dapat ditamsilkan seperi roda politik yang berputar. Artinya, Megawati menjadi presiden dengan berketurunan darah sang revolusioner, elitis, diplomatos dan berjejaringan internasional. Sementara itu, Jokowi menjadi berawal dari “tukang kayu”, berpenampilan sederhana, suka blusukan dan masuk parit bersama warga, berjejaringan politik dengan Mewagati.

Suka atau tidak, ada banyak kehidupan politik yang dapat dikorek di balik posisi antara Jokowi dan Megawati. Beberapa di antaranya adalah terkait meraih kekuasaan hingga mempertahankan kekuasaan, mulai dari level kabupaten/kota hingga kekuasaan istana kepresidenan. Sedikit kilas baliknya, proses Megawati meraih kursi presiden sungguh pekat dan kelam, konflik politik mengalami kematangannya sendiri bagi Megawati. Tarik ulur kebijakan dan adu serangan politik diatur di dalamnya. Sehingga singkat cerita Megawati tampil sebagai presiden RI dengan tumbangnya Gus Dur sebagai seorang yang pernah berdampingan dengan Megawati pada satu masa pemerintahan Repubik Indonesia.

Baca juga :  Poros Perebutan Kepemimpinan 2024

Tidak terhenti di situ, proses Megawati menjadi ketua umum partai politik dapat dilihat dari peristiwa Kudatuli, dengan berbagai teror politik yang dialami oleh Megawati, dengan berbagai strategi dan taktik, serta politik tahan bantingnya membuat ia pada akhirnya menjadi ketua umum partai yang sampai pada posisi partai politik terbesar hari ini. Banyak kepala daerah dan anggota parlemen diorbitkan melalui partainya dengan simbol banteng bermoncong putih itu. Tak sekadar itu, Megawati pun mencetak sejarah politik dengan suksesnya menghantarkan Jokowi sebagai presiden RI dua periode.

Pada deskripsi konstuksi politik yang tampak abstrak ini, selain sebagai presiden RI, Jokowi adalah kader partainya Megawati. Perumpamaan relasi seorang anak dan ibu tidak bisa lepas antara Jokowi dan Megawati. Jokowi pada satu sisi sungguh dan sangat menghormati Megawati. Bahkan dengan berbagai penampakan gestur politiknya Jokowi yang tersebar di berbagai masa menandakan Jokowi berperilaku tertib pada Megawati. Sungguh loyalitas Jokowi terhadap Megawati menjadikan politik Jokowi semakin menjadi misteri dalam konteks transisi kepemimpinan politik nasional 2024.

Baca juga :  KPU Lancing Tahapan Pilbup 2024, Bupati Purworejo: Dengan Kedewasaan Politik Masyarakat Semakin Meningkat Pilbup Akan Berlangsung Sukses

Antara Jokowi dan Megawati juga tersirat perkaderan politik yang tampak seperti menjadi tren politik dua puluh tahun belakangan. Bukan hanya Megawati yang tampak sedang mempersiapkan anak dan cucunya sebagai generasi penerus politiknya. Jokowi juga sedemikian, anak-anak Jokowi hingga menantunya hari ini seperti sedang mendapat karpet merah dalam panggung politik Indonesia. Ada banyak partai politik yang tampak terus mendekati anak dan menantu Jokowi. Ada banyak elite bahkan para ketua umum partai politik yang bersafari politik dengan anak dan menantu Jokowi.

Meski tidak berbanding lurus antara peran dan sejarah politik Megawati dengan Jokowi, paling tidak Jokowi hari ini telah menjadi juru kunci politik Indonesia yang barangkali dapat membuat para partai lain atau golongan politik lainnya terpaksa hormat terhadap Jokowi. Tidak siapapun yang mengetahui kompleksitas politik yang kemudian menjadikan Jokowi hari ini memiliki kekuatan politik tingkat tinggi. Bahkan dengan kekuatan politik Jokowi sedemikian hari ini ada yang berpandangan bahwa gerakan politik Jokowi disebut-sebut sebagai matahari kedua di partainya Megawati. Terkait hal ini masih dapat diperdebatkan, terlebih ada demarkasi dan selera, karakter serta komunikasi politik yang berbeda antara Jokowi dan Megawati.

Baca juga :  Pasca PAN dan Gerindra, Golkar Ikut Rekom Ratna-Suwarti

Terepas dengan kekurangan politik Jokowi, demikian terlepas pula dengan kompletnya kekuatan politik Megawati. Jokowi dalam sejarah politik Indonesia telah melewati posisi yang tidak pernah didapat oleh Megawati, yaitu sebagai presiden republik Indonesia dua periode. Meski “raga” Jokowi terkesan mampu dikendalikan oleh Megawati, tetapi belum tentu dengan pikiran dan gerakan politik senyap Jokowi saat ini maupun masa depan.

Tanda-tanda ini tentunya dapat tercium melalui berbagi pidato-pidato politik Megawati menjelang . Dalam konteks itu, terlihat ada penegasan politik Megawati dalam mengingatkan/menegur ada kader politiknya yang tampak bermanuver, bermain dua kaki dan sebagainya. Atas dari itu, boleh jadi itu ada kaitannya dengan gerakan pilotik senyap antara Jokowi dan Megawati. Sampai tahap ini, membaca antara Jokowi dan Megawati belum dapat disimpulkan secara rapi, karena terkadang berpolitik di Indonesia itu memang tidak untuk dirapikan, melainkan sedang berada di posisi politik kekeluargaan dan jauh dari penalaran dan dugaan.