Beranda Entertainment

Dugaan Tanah Pensiunan Guru Dicaplok Pengembang di Bintaro, Pengamat : Konsep Restorative Justice Paling Cepat

TANGERANG, Pelita.co  – Dugaan penyerobotan tanah milik pensiunan guru, Siti Hadidjah (85) seluas 6000 m2 yang diduga dicaplok oleh pengembang besar, yaitu PT Permadani Interland dan PT Jaya Real Property (JRP) memasuki babak baru. Selasa (01/02/22)

Pasalnya pihak Siti Hadidjah yang diwakili oleh putera kandungnya Hariawan (55) atau Ari mengucapkan terima kasih dan apresiasi tinggi kepada Camat Ciputat yang dinilai bertindak secara obyektif, dengan perihal penjelasan yang intinya bahwa jelas tanah Siti Hadidjah masih terdaftar dan tercatat dalam buku register Akta Jual Beli (AJB) tahun 1987 maupun warkah arsip AJB No.590/1142/JB/KEC.CPT 1987.

Sementara, kuasa hukum Siti Hadidjah, Erwin Fandra Manullang SH mengatakan dengan bukti dari Camat Ciputat tersebut harusnya membuat permasalahan ini clear. Hanya yang tuli dan buta melihat kedzoliman ini membuat tak bergeming.

“Saya yakin pada pengembang-pengembang besar tidak mungkin melakukan perbuatan amoral. Tanah Klien kami direbut, dikuasai oleh oknum perkumpulan rahasia yang bergerak di bidang kejahatan atau dikenal dengan kriminal yang di sebuat mafia. Mereka bekerja secara sistemik,” ucap Erwin.

Kuasa hukum lainnya, Mea Djegowoda SH, menambahkan soal surat kuasa hukum yang dilayangkan ke BPN Tangsel yang dibalas dengan No Surat HP. 02.03/143.36.73.100/1/2022, membuat dirinya bingung menyesalkan jawaban dari BPN Tangsel itu.  Sebab apa yang ditanyakan soal riwayat tanah sesuai permintaan kliennya tak dijawab, namun malah mengklarifikasi soal kepemilikan tanah yang sudah  berstatus Sertipikat Hak Guna Bangunan (SHGB) atas nama PT Permadani Interland.

Baca juga :  Pesta Miras di Bulan Ramadhan, Polsek Banjar Amankan 4 Pria dan 1 Wanita

“Saya kira BPN Tangsel cukup menjawab saja asal usul riwayat tanah, kalau bagi BPN membuka warkah dan lainnya itu informasi terbatas atau dikecualikan menurut mereka. Jadi jangan seolah-olah menjadi jubir pengembang besar atau terkesan melegitimasi kepentingan mereka saja. Saya kira sederhana, jawab riwayat tanah Bu Siti Hadidjah tahun 1987, maka akan membuka tabir kebenaran,” ujar Mea.

Terpisah Kuasa Hukum PT Jaya Real Property (JRP), Fahruli saat dikonfirmasi melalui saluran telepon WhatsApp beberapa waktu lalu menjelaskan, memang nama Siti Hadidjah tersebut sudah lama muncul ke pihaknya. Namun PT. JRP juga tidak mengetahui secara rinci seperti apa legalitas surat yang dimiliki oleh Siti Hadidjah.

“Kami membeli tanah tersebut dari PT. Permadani Interland. Makanya kami berani melakukan penguasaan fisiknya hingga saat ini,” terangnya.

Ia juga menerangkan bahwa, PT. JRP saat membeli lahan tersebut, suratnya sudah berstatus Sertipikat Hak Guna Bangunan (SHGB), dan melakukan pengecekan suratnya dan dilakukan pengukuran oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Tangsel.

Ditempat terpisah saat dimintai pendapatnya soal kisruh dugaan penyerobotan lahan itu, Pengamat Politik dan Kebijakan Publik dari Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang (UNIS) Adib Miftahul, mengatakan sudah saatnya aparat penegak hukum dalam hal ini satgas mafia tanah membuktikan keseriusannya dalam membela rakyat kecil.

“Banyaknya kasus dugaan penyerobotan tanah yg diduga melibatkan PT JRP dan Pengembang Besar lainnya di wilayah Bintaro Tangsel, sudah seharusnya para aparat penegak hukum, dalam hal ini satgas Mafia Tanah ditantang membuktikan kinerjanya. Mana satgas mafia tanah yg sering digembar-gemborkan Jaksa Agung, Kapolri? Serius atau tidak?,” ucap Dosen Fisip Unis ini.

Baca juga :  Hendak Pulang Yogyakarta Lewat Jalur Alternatif, Mobil Ludes Terbakar di Kaligesing

“Saya melihat dalam kasus Bintaro ini, seperti ada “Negara dalam Negara”, yaitu adanya dugaan seolah-olah sebuah pengembang besar seenaknya saja melakukan tindakan-tindakan yg diduga melawan hukum dengan mencaplok tanah rakyat, tanpa sedikitpun merasa berdosa dan tak peduli akan aturan. Jelas, ini sebuah penjajahan terkini bagi kemerdekaan akan hak atas tanah rakyat,” tambah Adib lagi. Saat ditelepon seluler, Selasa (01/02)

Adib juga menambahkan rakyat kecil bukan takut untuk ke pengadilan, tetapi biaya dan waktu yg menguras menjadi alasan yang masuk akal. Disamping itu, stigma bahwa pengembang besar diduga sudah mempersiapkan oknum di pengadilan untuk memenangkan juga menjadi alasan kuat.

“Tetapi mereka tidak takut dengan adu data. Maka saya kira, konsep restorative justice paling efisien untuk membuat masalah ini menjadi clear. Negara harus memberikan kemerdekaan seutuhnya bagi rakyatnya,” pungkasnya.

Sebagai informasi, diberitakan sebelumnya, tanah seluas 6000 meter persegi yang berlokasi di  Jalan Beruang, RT 006/002, Kelurahan Pondok Ranji, Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan, diduga dicaplok oleh pengembang besar, dengan diduga terbit Sertipikat Hak Guna Bangunan (SHGB) atas nama PT Permadani Interland dan kemudian dijual kepada PT Jaya Real Property (JRP).

Baca juga :  Sosialisasi di Kecamatan Purworejo dan Kaligesing, Pjs Bupati Purworejo Meminta Netralitas ASN di Pilkada 2024

Padahal ada seorang warga yang mengaku pemilik tanah sah, Siti Hadidjah (85) dengan bukti lengkap. Tanah yang dibelinya pada tahun 1987, fisiknya kini tak bisa di apa-apakan olehnya, karena sejak tahun 2012 lalu tanah miliknya tersebut dipagar tembok dan dipasangi plang oleh pihak PT. JRP.

Bukti Siti Hadidjah itu berdasarkan Akta Jual Beli Nomor 590/1142/JB/KEC.CPT/1987, tanggal 26 Mei 1987. Siti Hadidjah merupakan pemilik yang sah atas tanah persil  9 D IV Girik Letter C 1352 seluas 6000 Meter Persegi, Pondok Ranji, Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan. Tanah itu dibeli dari Surya Darma yang bertindak sebagai penjual yang merupakan ahli waris almarhum A. Basim Niran.

Hal tersebut diperkuat oleh surat keterangan yang di buat oleh Camat Ciputat, tertanggal 01 Desember 2021. Dalam surat tersebut dijelaskan bahwa Akta Jual Beli 590/1142/JB/KEC.CPT/1987 tercatat di kantor Kecamatan Ciputat, pada buku register dengan nomor urut 1142.

Menurut penasehat hukum, artinya ibu Siti Hadidjah pemilik yang sah secara hukum. Terbitnya SHGB 1655 di atas tanah tersebut juga menjadi pertanyaan. Padahal sejak membeli tanah tersebut hingga saat ini, Siti Hadidjah tidak pernah menjual tanahnya kepada siapa pun. Ada keanehan bila terbit SHGB sebelum ada peralihan yang sah secara hukum.

Source: KJK