BANDUNG , Pelita.co – Badan Strategi Kebijakan Dalam Negeri (BSKDN) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menegaskan pentingnya memanfaatkan bonus demografi untuk mengatasi kemiskinan ekstrem di Indonesia. Hal itu disampaikan Sekretaris BSKDN Noudy R.P. Tendean saat menjadi keynote speaker dalam Forum Diskusi Aktual (FDA) Strategi Percepatan Penurunan Angka Kemiskinan Ekstrem di Daerah. Kegiatan tersebut berlangsung di Aula Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (BP2D) Provinsi Jawa Barat, Rabu (3/7/2024).
“Bonus demografi ini menunjukkan bahwa kita memiliki lebih banyak masyarakat produktif, harusnya potensi ini dapat kita gerakkan untuk mengentaskan kemiskinan ekstrem melalui perluasan lapangan kerja,” ungkap Noudy.
Dia menjelaskan, masalah kemiskinan ekstrem bersifat multidimensional atau disebabkan oleh banyak faktor. Tidak hanya sempitnya lapangan pekerjaan, tetapi juga sulitnya mengakses informasi maupun pendidikan yang berkualitas hingga infrastruktur publik juga turut menjadi penyebab kemiskinan ekstrem di Indonesia. Maka dari itu, dibutuhkan kolaborasi berbagai pihak dalam menghadapi tantangan tersebut.
“Kalau kita tidak punya semangat untuk berkolaborasi menyusun strategi kebijakan, program-program dan kegiatan penanggulangan kemiskinan ekstrem, [maka] target [kemiskinan ekstrem] 0 persen di 2024 menjadi tantangan kita semua,” tegasnya.
Sementara itu, Asisten Deputi Penanganan Kemiskinan Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Katiman Kartowinomo mengatakan, percepatan pengentasan kemiskinan menjadi arahan Presiden Joko Widodo. Berbagai regulasi telah dikeluarkan untuk memudahkan kolaborasi dalam mengentaskan kemiskinan tersebut. Meski diakui tak mudah mencapai 0 persen kemiskinan ekstrem, pihaknya terus berupaya mewujudkannya, paling tidak mendekati target.
“Masih ada saudara-saudara kita yang posisinya tidak bisa dinaikkan ke atas kira-kira begitu, kira-kira ada lansia dan disabilitas permanen itu juga menjadi tanggung jawab pemerintah dan diberikan santunan secara permanen juga. Ini menjadi tantangan kita,” ungkap Katiman.
Sejalan dengan itu, Direktur Sinkronisasi Urusan Pemerintah Daerah III Direktorat Jenderal (Ditjen) Bina Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri Chaerul Dwi Sapta mengatakan, selain memanfaatkan bonus demografi dan kolaborasi lintas lembaga, penanganan kemiskinan ekstrem juga perlu dimulai dari sinkronisasi perencanaan pembangunan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
“Tentunya perencanaan pembangunan yang terkoordinir, terintegrasi, dan terkonsolidasi dengan baik, dengan perencanaan Musrenbangdes, Musrenbangda, dan Musrenbangnas [akan mengoptimalkan program kegiatan] dalam rangka penanggulangan kemiskinan ekstrem yang terjadi berdasarkan target yang akan kita capai,” jelasnya.
Di lain pihak, Guru Besar Universitas Padjadjaran Nunung Nurwanti mengingatkan, kemiskinan bila tidak diatasi dengan cepat akan memicu timbulnya permasalahan lain. Ini seperti munculnya konflik, tindakan kriminal, hingga berdampak terhadap masalah kesehatan seperti tingginya angka stunting. Menurutnya, upaya pengentasan kemiskinan harus disesuaikan dengan faktor penyebabnya, sehingga hasilnya akan lebih efektif. “Itulah yang harus kita soroti tadi kemiskinan itu dikatakan dimensinya mana, yang mana yang akan kita potong dulu,” pungkasnya.
Sebagai informasi tambahan, forum diskusi tersebut juga dihadiri oleh sejumlah narasumber lainnya, meliputi Ketua Tim Kebijakan Peningkatan Kapasitas dan Ekonomi pada Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) Raden Muhammad Purnagunawan, dan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Jawa Barat Iendra Sofyan.
Source: Puspen Kemendagri