DRAMAGA adalah sebuah daerah dibelahan Barat Bogor diwilayah Kabupaten yang sering disebut dengan “Dermaga”. Penyebutan lokasi kampus Institut Pertanian Bogor (IPB) oleh orang awam juga adalah “Dermaga”, bahkan banyak dari orang lokal yang kini terbiasa dengan menyebutnya sebagai “Dermaga” walau sebenarnya namanya adalah “Dramaga”.
Kata Dramaga berarti tambakan susukan atau dalam bahasa Indonesia berarti turap sungai kecil. Turap susukan ini hingga sekarang masih ada, letaknya didaerah Sawah Baru sekitar Hotel Duta Berlian Dramaga.
Dramaga adalah sepenggal kisah tentang sebuah daerah di Bogor yang dahulunya menyimpan sejuta cerita, tentang tanah yang subur dikelilingi hutan belantara dan kebun-kebun milik tuan tanah Belanda yang sempat menguasainya.
Di masa lalu ia adalah negeri antah berantah yang diselimuti kabut saat hujan baru saja berhenti dan malam-malam yang dingin. Dramaga dulu adalah rumah bagi ribuan petani yang mengais harapan dari ladang-ladangnya dan ikan-ikan yang melimpah di sungai-sungai yang melintasinya.
Dramaga dahulu adalah hamparan kebun kopi yang luas dan rimbun sejauh mata memandang. Kopi yang ditanam oleh para pengusaha VOC itu tidak sempat menyandang nama dari daerah kelahirannya, bukan Kopi Dramaga tapi mereka menyebutnya Liberia-koffie-aanplantingen atau Perkebunan Kopi Liberia.
Kemana kebun-kebun kopi itu sekarang? Selayaknya pengusaha perkebunan, orang-orang VOC dahulu juga dituntut untuk jeli melihat perkembangan zaman dan mencium bisnis yang lebih menggiurkan. Demikian halnya dengan Kopi Liberia yang sempat termasyur itu, akhirnya dinilai tidak menguntungkan dan akhirnya diganti dengan gula, lalu kemudian diganti lagi dengan teh.
Walaupun reputasi teh sangat baik namun produksi hancur gara-gara terjangkit wabah hama, lalu akhirnya terakhir di Dramaga ditanamlah pohon karet. Perkebunan karet itulah yang sempat kita lihat di daerah Dramaga menyebar berhektar-hektar di daerah itu di tahun 80-an.
Jumlahnya sudah menyusut kini, mungkin sebentar lagi tinggal kenangan, karena perkebunan karet itu sudah berganti pemukiman, apalagi setelah masuknya salah satu perguruan tinggi terbaik di Indonesia Institut Pertanian Bogor (IPB) ke daerah itu dan membangun kampusnya, kemudian bermunculan juga industri-industri non-pertanian baru, dan bisnis-bisnis lokal yang menjamur, maka wajah Dramaga pun berubah mengiringi ledakan jumlah penduduk dengan segala aktivitasnya.
Tanah-tanah yang subur dan kaya di Dramaga itu dahulu dikuasai oleh beberapa keluarga Belanda. Ada keluarga GW Casimir yang menguasai sebagian daerah Dramaga sampai Jasinga. Lalu ada juga keluarga Van Motman yang dikenal sebagai tuan tanah, Van Motman menjadi sebuah marga yang terkenal saat itu. Bernama lengkap Gerrit Willem Casimir (GWC) van Motman.
Ia lahir pada 17 Januari 1773 dan meninggal di Dramaga, 25 May 1821. Ia adalah anak bungsu dari keluarga yang sebagian besar anggotanya telah meninggal dunia akibat Tuberkulosis. Makam keluarga besarnya masih ada kini terletak di Kampung Pilar, Desa Sibanteng, Kecamatan Leuwisadeng, Kabupaten Bogor.
Di website keluarga van Motman pun kita bisa menemukan kata Dramaga dan peta Buitenzorg yang tertulis di dalamnya kata “Dramaga”, bukan “Dermaga” seperti yang sering dilafadzkan orang saat ini.
Kebun dan sawah masih menghiasi daerah Dramaga jika Anda menelusuri pelosok-pelosoknya, tapi jumlahnya tidak begitu banyak.
Sebagian dari kita yang mengenal daerah itu mungkin merindukan suasana Dramaga dimasa lalu, hijau dan permai, tapi pencarian akan penghidupan mungkin lebih penting dari sekedar suasana yang asri, paling tidak mungkin itu yang ada dalam benak orang-orang sekarang. (Tulisan dan Berbagai Sumber)