MANGGARAI NTT- Pengamat Hukum, Dr. Edi Hardum, SH. MH mengatakan pernyataan calon bupati Manggarai nomor urut satu, Maksimus Ngkeros yang mengajak warga Rampasasa untuk tidak memberikan satu suara pun bagi calon bupati Hery Nabit (petahana) dan menyebutnya telah menghancurkan Manggarai adalah pernyataan yang didasari oleh banyak fakta
Pernyataan itu disampaikan Edi Hardum pada Jumat 25 Oktober 2024, saat dimintai pendapatnya terkait laporan dugaan black campaign atau kampanye hitam yang dilakukan oleh Calon bupati Maksimus Ngkeros saat berorasi politik di hadapan pendukungnya di Rampasasa pada 7 Oktober lalu sebagaimana dilaporkan Marsel Ahang ke GAKUMDU beberapa waktu lalu
Pernyataan Maksi Ngkeros ini menurutnya bukan masuk dalam kategori kampanye hitam tetapi masuk dalam kategori kampanye negative (negative campaign)
“Kampanye negative sah-sah saja dalam politik dan dibenarkan secara hukum,” kata pengamat hukum Dr. Edi Hardum, SH, MH.
Menurut Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Tama Jagakarsa Jakarta ini, kata “menghancurkan” Manggarai jangan dimaknai secara denotative, tetapi juga secara konotatif/asosiatif. Artinya banyak fakta yang bisa dijadikan dasar peryataan Maksi Ngkeros tersebut
Edi menyebut dua kasus sebagai contoh tindakan Hery Nabit menghancurkan Manggarai
Pertama, sebagai bupati, Heri Nabit melakukan sikap pembangkangan terhadap putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) atas gugatan sejumlah ASN yang telah dipecatnya, dimana PTUN mengabulkan gugatan mereka dan bupati Manggarai Heribertus Nabit saat itu diperintahkan agar mengembalikan para ASN tersebut ke jabatan semula namun Heri Nabit mengabaikannya
Edi Hardum menilai perbuatan Hery Nabit seperti ini bisa digolongkan sebagai perbuatan yang menghancurkan Manggarai
“Perbuatan Nabit seperti ini bisa digolongkan sebagai perbuatan yang menghancurkan Manggarai dan orang Manggarai di mana pun berada atau semua orang Indonesia tentu hatinya hancur karena ada pejabat negara yang bangkang terhadap putusan hakim,” kata Edi.
Kedua, dalam perekrutan aparat desa di beberapa desa di Kecamatan Reok Barat, di mana camat Reok Barat yang merupakan anak buah Nabit meluluskan orang yang berdasarkan hasil tes tidak lulus sementara yang lulus tes justru tidak
“Perbuatan sang camat sudah diadukan kepada Nabit melalui Sekda namun Nabit tidak berbuat sesuatu atau tidak menindak sang camat. Itu perbuatan menghancurkan Manggarai secara konotatif,” kata Edi.
Dua kasus tersebut di atas tambahnya, merupakan sebagian dari tindakan Hery Nabit yang bisa digolong mengancurkan Manggarai dalam arti yang konotatif atau asosiatif.
Edi menegaskan, dalam UU Nomor 7 / 2017 tentang Pemilu tidak secara eksplisit mengatur soal kampanye hitam atau black campaign.
Bunyi Pasal 280 ayat (1) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu mengatur tentang larangan dalam kampanye, yaitu pelaksana, peserta, dan tim kampanye pemilu dilarang: (a) mempersoalkan dasar negara Pancasila, Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia; (b) melakukan kegiatan yang membahayakan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; (c) menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon, dan/atau peserta pemilu yang lain; (d) menghasut dan mengadu domba perseorangan ataupun masyarakat; (e) mengganggu ketertiban umum; (f) mengancam untuk melakukan kekerasan atau menganjurkan penggunaan kekerasan kepada seseorang, sekelompok anggota masyarakat, dan/atau peserta pemilu yang lain; (g) merusak dan/atau menghilangkan alat peraga kampanye peserta pemilu; (f) menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan; (i) membawa atau menggunakan tanda gambar dan/atau atribut selain dari tanda gambar dan/atau atribut peserta pemilu yang bersangkutan; dan (j) menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta kampanye pemilu.
Dari bunyi pasal tersebut, kata Edi, pernyataan Maksi Ngkeros tidak termasuk dalam kategori kampanye hitam. “Kalau dikatakan menghina juga tidak masuk, karena memang tindakan Nabit yang salah selama ini. Kita harus kritisi dan ingatkan masyarakat agar jangan pilih orang yang salah,” kata advokat dari kantor Hukum “Edi Hardum dan Rekan” ini.
Edi mengatakan, hampir semua pakar Ilmu Hukum Pidana berpendapat bahwa dalam hukum kepemiluan, kampanye negatif diizinkan, sedangkan kampanye hitam dilarang dan dapat dikenakan sanksi pidana sebagaimana tertuang di dalam Pasal 280 ayat (1) huruf c dan Pasal 521 UU Pemilu.
Ia menjelaskan, kampanye negatif dilakukan dengan menunjukkan kelemahan dan kesalahan pihak lawan politik, sementara kampanye hitam adalah menuduh pihak lawan dengan tuduhan palsu.
Pengajar Ilmu Hukum Pidana ini mengatakan bahwa kampanye negatif, berguna untuk membantu pemilih membuat keputusannya. Karena itu ia meminta Maksi Ngkeros menunjukan semua data kesalahan Hery Nabit
“Saya minta Maksi Ngkeros tunjukan semua data kesalahan Nabit serta janji-janjinya yang tidak dilaksanakan sebagai dasar pernyataan Maksi soal Nabit menghancurkan Manggarai,” kata Edi.
Edi menyayangkan, kasus dugaan kampanye hitam ini naik ke penyidikan
Edi mengatakan, GAKUMDU Manggarai juga memakai KUHAP sebagai hukum acara dalam menyelidiki kasus tersebut
Dalam KUHAP ditegaskan minimal dua alat bukti sebuah kasus naik ke penyidikan
Ia pun mempertanyakan alat bukti yang dimiliki GAKUMDU
“Apa ya bukti mereka ? Apa mereka sudah minta pendapat pidana soal kata-kata tersebut ? Saya minta kuasa hukum tim Maksi lawan secara hukum,” kata Edi
Edi meminta Polres Manggarai agar segera menghentikan penyidikan kasus tersebut sebab pernyataan Maksi Ngkeros tidak masuk sebagai kampanye hitam dan terkesan menerima pesanan calon tertentu
“Polisi jangan sampai terkesan menerima pesanan dari pasangan calon tertentu. Keluarkan SP3 atas kasus tersebut,” pinta Edi