PURWOREJO, pelita.co, – Cawabup nomor 1, Lukman Hakim, mengritik keras Paslon Yuli-Dion yang ia anggap gagal mewujudkan pengentasan kemiskinan di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Padahal, keduanya adalah petahana, Yuli Hastuti 2 periode menjadi eksekutif dan Dion Agasi menjadi Ketua DPRD Kabupaten Purworejo namun Purworejo masih harus berkutat dengan kemiskinan ekstrim.
Kritikan tajam itu ia sampaikan di hadapan puluhan relawan yang terdiri dari para pedagang sayur, petani, peternak kambing, kuli bangunan, tukang cukur yang tergabung dalam Gabungan Relawan Pemuda Purworejo Utara (GRPPU). Relawan tersebut berisi para pemuda di Kecamatan Loano, Bener dan Gebang yang menyatakan sikap menginginkan perubahan di Kabupaten Purworejo.
“Sebagai contoh, permasalahan paling menonjol di Pasar Baledono itu adalah masalah retriibusi. Ada pedagang yang menunggak sampai puluhan juta, itu jumlah rata- rata, dan itu harus dibayar. Miris, pasarnya sepi, tidak pernah ada orang yang belanja, bahkan saya pernah ke sana siang hari, rata-rata belum ada yang beli. Itu miris. Kalau kita mau mengangkat ekonomi, mau mengentaskan kemiskinan sedangkan pemerintah tidak bergerak itu, miris. Itu pemimpin yang katanya usianya muda tetapi dia tidak dewasa, tidak bisa mengambil solusi. Makanya saya bersama pak Yophi sepakat, ini tunggakan sampai Rp30-40 juta, kalau kami jadi, akan kami putihkan,” tegas Lukman Hakim, saat deklarasi dukungan GRPPU di Dusun Silendung, Desa Penungkulan, Kecamatan Gebang, Rabu (13/11/2024) malam.
Ia dan Cabup Yophi Prabowo juga akan mendatangkan dan mempermudah investor dalam hal perijinan serta membasmi pungutan-pungutan liar dalam pengurusan investasi. Ia juga mengritik kebijakan Pemda yang ingin meningkatkan PAD (Pendapatan Asli Daerah) dengan cara menaikkan retribusi dan pajak.
“Itu kembali ke jaman Belanda (kolonial). Makanya saya bilang, usia muda belum tentu dia dewasa dalam bersikap, dalam berfikir, karena tidak berdikir untuk rarkyat kecil. Sampai dengan sekarang pihak sana (Yuli-Dion) tidak berani blusukan ke pasar, kenapa musuhnya pedagang,” ujar Lukman.
Di hadapan puluhan pemuda tersebut, Lukman memaparkan mengapa Pasar Baledono sepi.
“Kenapa Pasar Baledono sepi, karena angkotnya memang tidak dilewatkan di depan pasar, tapi dilewatkan (toko swalayan) Jodo. Dan Jodo itu adalah miliknya (orang tua) Mantan Ketua DPRD (Dion Agasi). Mohon maaf, baru masalah angkot, baru masalah perut, baru masalah ekonomi yang kecil saja sudah culas, tidak memihak masyarakat kecil, pedagang yang ada disana. Ada pedagang dipasar, nyuwun sewu pedagang yang sepuh-sepuh (tua), bawa pisang banyak tidak mungkin dilangsir satu-satu, mau nembus pasar kongsi atau lewat mana, itu tidak mungkin. Lha ini yang dibilang culas. Begini mau menyejahterakan rakyat,” sindir Lukman.
Dari masalah kecil saja, sambungnya, soal jalur angkot saja sudah culas, tidak dilewatkan pasar yang harusnya untuk kepentingan masyarakat pelaku ekonomi kecil, tetapi malah dilewatkan Jodo, supermarket milik seseorang.
Masalah kedua, Pasar Purworejo (dulu bernama Pasar Suronegaran) merupakan pasar induk yang buka mulai jam 24.00 WIB. Tapi dari hasil menyerap aspirasi, Lukman mendapat info jika pasar tersebut ridak memiliki genset, apalagi UPS (Uninterruptible Power Supply).
“Jadi kalau mati lampu kaya cari pesugihan, nyumet (menyalakan) lilin, sampingnya kuburan lagi. Ini tidak nalar, nyuwun sewu, mata dan telinganya itu ditaruh di mana, hal kecil yang kaya begitu tapi sangat menentukan, ini tidak dijamah sekali, justru malah reteibusinya yang dinaikkan. Ini hal yang kecil saja yang saya buka, terus selama ini ke mana, sudah dua periode. Janji meningkatkan UMKM yang mana,” kata Lukman heran.
Selain masalah pasar dan pelaku UMKM, Lukman juga menyoroti janji pendidikan gratis yang didengungkan oleh Yuli-Dion. Menurut dia, janji itu sangat kontras dengan Perbup yang dikeluarkan oleh Yuli Hastuti yang salah satu isinya adalah sekolah boleh meminta sumbangan pada orang tua siswa.
Perbup Nomor 52 Tahun 2024 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan di Kabupaten Purworejo, pada pasal 55 ayat (1) berbunyi, Pendanaan Pendidikan Dasar di Daerah yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah dapat bersumber dari:
a. anggaran pendapatan dan belanja negara;
b. anggaran pendapatan dan belanja Daerah;
c. sumbangan dari Peserta Didik atau orang tua/walinya;
d. sumbangan dari pemangku kepentingan pendidikan dasar di luar Peserta Didik atau orang tua/walinya; dan/atau
e. sumber lain yang sah dan tidak mengikat.