MANGGARAI NTT, Pelita.co- Stunting masih menjadi masalah serius di kabupaten Manggarai, NTT. Ini tentu menjadi pekerjaan rumah dan mesti menjadi perhatian serius pemerintah melalui dinas tetkait dan seluruh elemen masyarakat agar mendapatkan cara yang tepat untuk mengatasinya
Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP2KB) kabupaten Manggarai provinsi NTT, Maria Yustina Diana Baru, S.ST, M.Kes, mengatakan bahwa pemerintah kabupaten Manggarai di bawah kepemimpinan bupati Hery Nabit dan wakil bupati Hery Ngabut (H2N) memiliki komitmen besar untuk mengatasi masalah stunting melalui visi misinya
Komitmen itu tambahnya dibuktikan dengan dilakukannya berbagai program di bidang kesehatan
Oleh karena banyaknya program tersebut tambahnya, masalah stunting di kabupaten Manggarai mengalami penurunan menjadi 11,5 persen, turun dua digit dari sebelumnya 13,1 persen
“Puji Tuhan, stunting di kabupaten Manggarai ada penurunan, saat ini 11,5 persen turun dua digit dari sebelumnya 13,1 persen” ungkap Diana kepada Pelita.co saat ditemui di kantornya di Ruteng pada Selasa 16 April 2024
Penurunan persentase stunting ini menurutnya merupakan dampak dari banyaknya program yang dilakukan tidak hanya oleh DP2KB sebagai leading sektor tetapi juga program dari OPD lain seperti Dinas Kesehatan, Dinas PPO dan juga PKK kabupaten Manggarai melalui PAUD
Namun demikian Ia katakan bahwa prefalensi penurunan stunting itu sangat pelan, hal ini disebabkan oleh masalah yang cukup kompleks
Berdasarkan hasil Audit Kasus Stunting (AKS) yang dilakukan, ditemukan beberapa faktor yang menyebabkan sulitnya mencegah masalah stunting, antara lain perilaku orang tua atau masyarakat yang tidak peduli terhadap pertumbuhan anak, pola asuh yang salah, pemberian makanan yang tidak sehat dan tidak sesuai serta kebiasaan buruk
Salah satu kebiasaan buruk pemberian makan pada anak kata Diana adalah memberikan nasi kosong (tanpa sayur) dan mie instan, sementara nasi kosong dan mie instan hanya mengandung karbohidrat. Di sisi lain anak membutuhkan protein sebagai penyeimbang
Bahkan mirisnya, anak umur kurang dari 6 bulan yang seharusnya diberi asi justru dikasi kuah bakso dan kuah mie instan. Kalau ini berlangsung lama atau terus menerus maka bukan tidak mungkin akan terkena stunting
Pola pemberian asi juga menurutnya harus memperhatikan kebersihan
Diana menyebutkan bahwa DP2KB memiliki program DAHSYAT (dapur sehat atasi stunting) program ini kata untuk membicarakan berbagai hal tentang bagaimana cara menyiapkan makanannya, bagaimana cara pemberian makanan, bagaimana pola asuh yang baik dan benar
Stunting kata Diana harus dicegah lebih dini, oleh karena itu ke depan pihaknya akan fokus mensosialisasikan masalah stunting kepada kalangan remaja di sekolah sekolah termasuk bahaya pernikahan dini, bahaya seks bebas dan pentingnya kesehatan reproduksi (kespro)
Menurutnya remaja perlu diberikan pemahaman tentang stunting dan beberapa hal tersebut agar mereka paham dan bisa merencanakan kehidupan mereka ke depan, umur berapa akan menikah, umur berapa boleh punya anak, harus punya anak berapa
Usia menikah yang sehat menurut DP2KP tambahnya, pria berusia 25 tahun dan wanita 21 tahun
Dirinya berharap agar dengan mereka memahami hal tersebut nantinya dapat menekan stunting
Sosialisasi kepada remaja ini ungkap Diana sudah direncanakan bahkan sudah membentuk forum GENRE (generasi berencana) sehingga ke depan akan intens turun ke sekolah sekolah untuk melakukan kegiatan tersebut
Terkait kegiatan itu pihaknya akan menggandeng Dinas PPO, Dinas Kesehatan dan pihak PPPA untuk bersama sama turun ke sekolah sekolah membicarakan soal triat KRR pada remaja yaitu zero sex bebas, zero pernikahan dini dan zero napzah
Tiga hal ini menurutnya penting dilakukan untuk mencegah dan menurunkan stunting, karena stunting sulit disembuhkan walaupun terlihat sehat namun dampaknya akan kelihatan 30 – 40 tahun ke depan seperti munculnya penyakit darah tinggi, gula darah dan penyakit jantung
Ini menurutnya adalah bagian dari upaya pencegahan stunting dan persiapan ke depan untuk remaja
Namun Diana memastikan bahwa kegiatan stunting yang fokus kepada remaja ini tidak mengesampingkan program program lain yang sudah dijalankan
Upaya pencegahan stunting, bahaya sex bebas, pernikahan dini pada remaja juga dilakukan DP2KB dalam kegiatan kursus persiapan perkawinan (KPP) katolik
Itu sudah berlangsung sejak beberapa tahun terakhir dan termuat di dalam MoU antara BKKBN provinsi NTT dengan pihak keuskupan Ruteng
Dalam setiap KPP tersebut DP2KP menemukan banyak pasangan calon pengantin (catin) yang telah memiliki anak tetapi belum menikah, hanya sedikit catin murni atau belum menikah dan belum memiliki anak
Upaya pencegahan stunting mesti dibarengi dengan kemauan masyarakat untuk merubah perilaku dan pola asuh
Diana tidak menampik bahwa perubahan perilaku dan pola asuh itu sudah ada, hal itu dibuktikan dengan menurutnya persentase masalah stunting di kabupaten Manggarai
Diana berkomitmen untuk terus berupaya mencegah dan menurunkan stunting namun menurutnya, sebuah tujuan atau goal hanya dapat dicapai dengan kerja kerja dan kerja, oleh karena itu dibutuhkan kerja bersama super tim bukan super hero
Dalam kesempatan itu Diana menjelaskan bahwa BKKBN bukan lagi Badan Koordinator Keluarga Berencana tetapi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana. Fokusnya bukan lagi koordinasi
Selain itu slogannya pun sudah dirubah menjadi Keluarga Berkualitas, bukan Dua Anak Cukup
“Sekarang juga BKKBN ini bukan lagi badan koordinasi keluarga berencana, sudah berubah jadi badan kependudukan dan keluarga berencana. Slogannya juga sudah berubah, bukan lagi dua anak cukup tetapi keluarga berkualitas” ungkapnya