Jakarta – Ketua Umum Lembaga Persahabatan Ormas Islam (LPOI) Said Aqil Siroj mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk membangun atau menerapkan multikulturalisme dalam kehidupan sehari-hari sebagai upaya menjaga keharmonisan bangsa.
“Mari kita perkuat hubungan antarkelompok yang pada dasarnya adalah mari kita bangun multikulturalisme,” kata Said dalam konferensi pers Musyarawah Kerja Nasional (Mukernas) LPOI bertema “Memperkuat Persahabatan untuk Memperkokoh NKRI” di Jakarta, Kamis.
Multikulturalisme merupakan suatu paham yang menekankan pada penerimaan keragaman, kebinekaan, atau pluralitas agama, suku, budaya, bahkan bahasa, sebagai realitas utama dalam kehidupan suatu masyarakat.
Menurut Said, multikulturalisme bukan hanya berarti masyarakat bersikap toleran terhadap kemajemukan suku, agama, dan budaya di Tanah Air; melainkan juga memunculkan upaya untuk mencari titik temu dari kemajemukan itu.
“Itu namanya multikulturalisme. Itu lebih dari toleran,” tambahnya.
Kemudian, Said menyampaikan bahwa titik temu tersebut dapat diciptakan oleh masyarakat Indonesia dengan membangun kebersamaan serta aktivitas sosial dengan pihak mana pun, tanpa memandang latar belakang suku, agama, atau budaya mereka.
Dengan demikian, menurutnya, keharmonisan lintas suku, agama, atau budaya di Tanah Air dapat terwujud.
“Mari kita bangun kebersamaan dalam mencapai multikulturalisme, sehingga terlahirlah betul-betul keharmonisan atau hubungan harmonis lintas agama, suku, atau budaya,” katanya.
Selain untuk mewujudkan hubungan harmonis di antara seluruh masyarakat Indonesia, Said berpendapat multikulturalisme juga perlu diimplementasikan oleh segenap bangsa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari untuk mencegah penyebaran ideologi transnasional yang dapat menggerus ideologi Pancasila.
Selain itu, multikulturalisme juga dapat mencegah terjadinya kesenjangan ataupun ketidakadilan sosial di Indonesia.
“Kita harus waspada dengan ideologi transnasional, kesenjangan, dan ketidakadilan. Oleh karena itu, mari kita bangun multikulturalisme,” ujar mantan Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) tersebut.