Jakarta – Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Kiai Marsudi Syuhud menyampaikan pidato perdamaian dalam forum Global Peace Leadership Conference Indo-Pacific 2023 di New Delhi, India.
Global Peace Leadership Conference Indo-Pacific (GPLC) pada tahun ini diselenggarakan di New Delhi, India pada 11-13 April 2023 dengan mengusung tema “Vasudhaiva Kutumbakam: Visi untuk Memajukan Kesadaran Manusia dan Perdamaian.
Dalam pidatonya, Kiai Marsudi menyampaikan bahwa pada saat ini banyak sekali konflik-konflik yang terjadi di belahan dunia, mulai dari teror bahkan hingga peperangan. Banyak sekali pihak yang dirugikan dari konflik-konflik yang ada.
“Dalam konflik, kita kehilangan kemanusiaan kita, kasih sayang kita, rasa hormat kita, kita juga kehilangan rasa toleransi kita untuk manusia yang diciptakan oleh tuhan,” Tutur Kiai Marsudi, Kamis (13/4/23).
Konflik yang terjadi bukan hanya merugikan perekonomian, namun mirisnya, konflik yang terjadi saat ini banyak menjatuhkan korban jiwa. Menurutnya, konflik-konflik yang terjadi dapat segera terselesaikan dengan mengedepankan nilai-nilai universal yang terletak pada agama dan juga nilai-nilai budaya.
Kiai Marsudi mengatakan, selama manusia masih hidup semua permasalahan akan tetap ada dan akan terus terjadi,
“Saya berkeyakinan untuk menyelesaikan masalah yang sangat rumit ini. Salah satu solusinya adalah dengan mengedepankan nilai-nilai universal agama yang kita anut, serta nilai-nilai luhur budaya kita yang terus kita amalkan secara turun-temurun,” Ungkap Kiai Marsudi
“Seperti nilai-nilai tentang “vasudhaiva kutumbakam” Visi untuk memajukan kesadaran manusia, dan perdamaian” yang diyakini oleh masyarakat Hindu, dan nilai-nilai luhur “Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika” yang diyakini dan dipraktikkan oleh mayoritas umat Islam di Indonesia,” Imbuhnya.
Dia menambahkan, bahwa di Indonesia menerapkan nilai- nilai luhur yang sangat relevan dengan kondisi yang ada dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai Agama yang dianut oleh masyarakat Indonesia. Sebagaimana nilai-nilai “Bhineka Tunggal Ika” (bhinneka tunggal ika) harus memiliki kesamaan makna dan perbaikan serta pandangan hidup bersama yang berbeda agama dalam satu bangsa dan negara.
Dalam pidatonya, Kiai Marsudi menceritakan tentang kondisi negara Indonesia yang terdiri dari berbagai macam ras, suku, agama, bahkan hingga bahasa dan tetap bisa bersatu dibawah Bhineka Tunggal Ika.
“Dengan semangat “Bhinneka Tunggal Ika” Kita dapat mempersatukan lebih dari 700 bahasa daerah menjadi satu bahasa, yaitu Bahasa Indonesia, menyatukan 1.340 suku bangsa menjadi satu bangsa, yaitu Bangsa Indonesia, mempersatukan pemeluk agama yang berbeda di Indonesia yang terdiri dari Muslim 86,70%, Kristen 10,72% (Protestan 7,60%, Katholik 3,12%) Hindu 1,74%, Budha 0,77% Khonghucu 0,03%,” Ungkapnya menjelaskan
(Dhea Oktaviana)