PURWOREJO, Pelita.co, – Masalah sampah adalah masalah yang sangat kompeks, maka untuk memaksimalkan potensi restribusi sampah, Dinas Lingkungan Hidup dan Perikanan (LHP) Kabupaten Purworejo meluncurkan program Open Resik (Optimalisasi Pengelolaan Restribusi Sampah Intensif Kabupaten), di Heroes Park Jumat (8/9/23).
Hadir dalam acara tersebut, Wabup Purworejo Hj Yuli Hastuti, SH, yamg secara simbolis melaunching program Open Resik, Kepala Dinas LHP Wiyoto Harjono, ST, Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Hadi Sadsila, SP, MM, sejumlah camat serta lurah.
“Ini merupakan Digitalisasi Pengelolaan Persampahan Berbasis Spasial yaitu strategi mengatasi ketidakseimbangan realisasi retribusi dibandingkan pelayanan persampahan di Kabupaten Purworejo,” kata Wabup.
Menurut Wiyoto, selama ini sampah yang masuk ke TPA per hari rata-rata 62, 97 ton. Dari jumlah tersebut, 25 ton diantaranya dari pasar dan sisanya dari rumah tangga. “Yang dari rumah tangga ini, dipetakan, yang paling banyak sampahnya tapi retribusinya paling kecil. Itu yang akan kita intervensi,” ujar Wiyoto, Sabtu (08/07/2023).
Setelah diketahui TPS (tempat pembuangan sampah) yang terbesar berkontribusi memasukkan sampah ke TPA (tempat pembuangan akhir), kata Wiyoto, akan diketahui berapa kontribusinya melalui kelurahan setempat. Di tempat itulah yang akan dilakukan intervensi untuk optimalisasi restribusinya.
Caranya, di TPS tersebut dilakukan pengamatan selama 7x 24 jam. Dari situ akan diketahui berapa gerobak yang masuk yang dilanjutkan dengan mencari informasi, rumah tangga-rumah tangga yang membuang sampah melalui gerobak tersebut yang diteruskan dengan pemberian titik koordinat pada rumah mereka.
Titik koordinat tersebut, jelas Wiyoto, dimasukkan ke dalam peta aplikasi geografic information system. Setelah titik koordinat rumah ketemu, dilanjutkan dengan pengkajian untuk mengetahui terlayani atau tidaknya rumah tangga tersebut dengan pelayanan sampah.
Dari data-data itu akhirnya dilakukan rekap. Selanjutnya dari Dinas LHP menghubungi ketua RT, RW dan lurah setempat untuk mengetahui titik koordinat tersebut rumah milik siapa, lengkap dengan nama dan alamat.
“Dari situ kita terbitkan surat tagihan restribusi. Jadi prinsip restribusi itu pembayaran terhadap layanan yang sudah diberikan. Kita juga telusuri, dia sudah bayar atau belum. Atau mungkin sudah bayar lewat RT, RW, PKK, atau tukang gerobaknya. Ini yang kita klarifikasi, sehingga penerimaan di Pemda sesuai dengan pelayanannya,” ungkap Wiyoto.
Diakui, jika restribusi itu sangat dibutuhkan, karena operasional untuk menangani sampah juga tinggi, seperti untuk kendaraan, BBM, operator dan pengolahan di TPA.
Wiyoto menyebut, sekarang penerimaan restribusi sampah belumlah sesuai. Dari sisi timbangan, 37,9 ton perhari, kalau diasumsikan 90 persennya RT type 1, 10 persennya pertokoan, paling tidak harus ketemu 15 ribu rumah tangga. Asumsinya, sesuai penelitian Kementrian LHK, perorang menghasilkan 0,6 kg sampah perhari. Jika satu keluarga diasumsikan ada 4 orang maka perhari satu keluarga perhari menghasilkan sampah 2,4 kg.
“Kalau 15 ribu, mestinya jumlah restribusinya naik. Setahun berikutnya kita akan mendata perorangan yang membuang sampah di TPA. Itu yang masih belum terdeteksil,” ujar Wiyoto.
Saat ini, dari program Open Resik tersebut, yang dilakukan baru tahap sosialisasi yang dilanjutkan dengan pendataan dan sudah dimulai sejak Mei lalu.
“Kami berharap, setiap masyarakat yang menghasilkan sumber sampah harus bertanggungjawab dengan sampahnya dalam bentuk mengelola sampah. Jika tidak bisa mengelola dan dilimpahkan ke TPA dengan diambil/diangkut petugas, maka ada kontribusinya dalam bentuk restribusi yang harus dibayar,” pungkas Wiyoto.