PURWOREJO, Pelita.co,– Kraton Agung Sejagat yang sempat heboh beberapa tahun lalu di Purworejo, kini hadir lagi. Tapi kali ini bukan untuk mendirikan kraton, tapi untuk meperkenalkan berdirinya Yayasan Rakai Mataram Agung.
Menurut Fanni Aminadia (41) yang dulu dikenal sebagai Ratu di Kraton Agung Sejagat mengatakan, yayasan Rakai Mataram Agung merupakan yayasan yang saat ini memfokuskan pada bidang kemanusiaan, budaya, pendidikan, dan nguri-uri (melestarikan) budaya Jawa.
“Yayasan ini juga sudah terdaftar di akta notaris no 30 Moh Djaelani, SH, dan Nomor AHU-0018408.AH.01.04. tahun 2021,” terang Fanni, Rabu (18/05/22) di RM Mbah Sastro, Purworejo, dengan didampingi pengacara Tjahjono, SH dan Imam Abu Yusuf, SH.
Fanni mengatakan saat itu Kraton Agung Sejagat, sebenarnya produk dari yayasan dan sebagai destinasi wisata, namun saat itu belum ada legal formalnya.
“Saat itu kita memang beri nama Ndalem Kraton Agung, yang akhirnya viral menjadi sebuah kerajaan, padahal itu akan kita jadikan destinasi wisata,” ungkap Fanni, sambil memperkenalkan produk yayasan seperti, pupuk organik, produk kuliner dan beberapa produk lainnya.
Fanni menambahkan, selama pandemi Covid-19, kegiatan yayasan hanya fokus di ekonomi kreatif, dan nguri-uri budaya yang merupakan bentuk komitmen di bidang budaya.
“Kita sebagai warga Indonesia bangga dengan budaya asli kita. Kami hanya minta diberi kesempatan untuk berbuat dan memberi manfaat buat sesama,”ujar Fanni sambil meperlihatkan kegiatan yayasan selama ini melalui tayangan video.
Dalam kesempatan tersebut, Fanni juga menyampaikan bahwa fakta yang sesungguhnya terkait kegiatan apa saja yang selama ini dilakukan dirinya dan Toto Santoso (Raja Kraton Agung Sejagat) baik itu terkait dengan keberadaan Kraton Agung Sejagat maupun kegiatan lainnya, dari Yayasan Rakai Mataram Agung.
Sementara Tjahjono menjelaskan, bahwa keberadaannya sebagai pendamping Klien (Fanni) hanya meluruskan saja terkait putusan pengadilan.
“Secara yuridisnya kita tetap menghormati. Artinya kita tidak ada upaya-upaya lain kecuali hanya sekedar meluruskan, dan secara legal formal seperti itu dan faktanya seperti yang kami ceritakan tadi,” terang Tjahjono.
Untuk deklarasi adanya yayasan Rakai Agung Mataram ini, sebetulnya perwujudan dari adanya ndalem Kraton Agung tadi. Dan itu merupakan produk dari yayasan ini.
“Sebetulnya Kraton Agung Sejagat yang viral hanya di Purworejo. Karena kegiatan tersebut saat berlangsung di daerah seperti Kediri, Dieng, Jogja, Merapi, tidak ada masalah, bahkan jadi wisata budaya dan ditinton ribuan orang,” ungkap Tjahjono.
Mengenai kasus Kraton Agung Sejagat, saat itu Fanni dan Toto dijerat dengan pasal Pasal 14 ayat 1 Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana junto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan masing-masing mendapat hukuman untuk Toto ( Raja) 4 tahun penjara dan Fanni (Ratu) dijatuhi pidana penjara selama 1 tahun 6 bulan.
“Untuk Fanni sudah bebas beberapa bulan yang lalu, sedangkan Toto masih menjalani sisa masa hukumannya, setelah turunnya putusan kasasi dari MA Nomor 1500K/Pid.Sus/2021 tertanggal 8 Juli 2021,” terang Tjahjono.
Imam Abu Yusuf menambahkan, dalam putusan pengadilan, Toto Santoso dan Fanni terbukti bersalah melakukan tindak pidana turut serta dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat.
“Tapi faktanya, klien kami tidak saat itu tidak menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong dan dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat,” pungkas Imam Abu Yusuf.