Dalam istilah kata bonus biasanya selalu dikaitkan dengan hasil keuntungan, dalam artian lain disebut upah tambahan atau upah sebagai hadiah yang diberikan. Sehingga dalam pengucapan bonus demografi berarti ini seharusnya berkaitan tentang keuntungan yang di dapatkan dari perkembangan penduduk suatu bangsa. Namun malah sebaliknya, efek yang ada dalam memasuki era bonus demografi ini justru malah menciptakan ruang potensi kegagalan untuk bangkit maju apabila kita belum mampu selaras untuk menjalankan agenda peningkatan pembangunan manusia (Human Development) dan modal manusia (Human capital) Rakyat Indonesia itu sendiri dalam menghadapi bonus demografi atau pun perubahan zaman yang terus terjadi.
Sedangkan Literasi merupakan salah satu bagian penting penunjang peningkatan pembangunan manusia (Human Development) dan modal manusia (Human capital) Rakyat Indonesia itu sendiri. Survei oleh Central State University, Amerika Serikat, pada 2016 menunjukkan negara-negara dengan tingkat literasi tinggi merupakan negara-negara maju. Ini menunjukan bahwa tingkat literasi masyarakat akan sangat menentukan kemajuan sebuah bangsa.
Dalam survei tersebut, posisi Indonesia hanya setingkat lebih tinggi dari Bostwana, yakni sebuah negara yang terletak di pedalaman Afrika Selatan dan mencatat Indonesia sebagai negara dengan tingkat literasi terendah kedua di dunia dari 61 negara terukur, meskipun dalam survei tersebut lebih dari 98 persen penduduknya telah melek huruf.
Namun memiliki kemampuan literasi yang baik seperti membaca dan menulis tentunya merupakan sebuah fondasi awal memulai langkah untuk menumbuhkan kemampuan belajar sepanjang hayat, meningkatkan pengetahuan (knowledge) untuk berfikir kreatif, inovatif serta bekal untuk terus berkembang dan bertahan dalam gempuran dunia yang penuh dengan ketidakpastian ke depan.
Sayangnya perkembangan capaian kompetensi literasi indonesia sampai tahun 2021 masih sangat memprihatinkan. Berdasarkan hasil Asesmen Nasional (AN) 2021 konsisten dengan hasil Programme for International Student Assessment (PISA) selama ini dalam pengukuran kompetensi literasi menyebutkan skor literasi membaca peserta didik di Indonesia masih rendah dan belum berubah secara signifikan di bawah rata-rata peserta didik di negara-negara Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD).
Bahkan dari hasil assessment yang melibatkan 6,5 juta peserta didik tersebut menunjukan bahwa, satu dari dua peserta didik pada jenjang SD sederajat hingga SMA sederajat belum mencapai kompetensi minimum literasi.
R
endahnya nilai kompetensi literasi tentunya tidak terlepas dari rendahnya minat baca itu sendiri. Berdasarkan hasil Susenas Modul Sosial, Budaya, dan Pendidikan (MSBP) 2021 menunjukan bahwa hanya sebagian kecil (12,15 persen) siswa/mahasiswa yang mengunjungi perpustakaan dalam tiga bulan terakhir. Padahal perpustakaan sebagai fasilitas penting yang berperan sebagai penunjang minat baca dan penguatan kompetensi literasi kita. Dari data Bada Pusat Statistik (BPS), Indonesia memiliki total 10.794 perpustakaan terakreditasi pada 2021. Dari data tersebut sekitar 80,24 persen didominasi perpustakaan sekolah yakni sebanyak 8.662 perpustakaan sekolah. Dari hasil kajian tersebut sangat disayangkan bahwa perpustakaan belum dapat maksimal dimamfaatkan sebagai penunjang minat baca dan penguatan kompetensi literasi itu sendiri.
Berkaca dari hasil yang telah ada, seharusnya ini dapat menjadi refleksi kita bersama untuk mulai sadar dan melakukan perubahan untuk meningkatkan kompetensi literasi yang harus dimulai dari diri sendiri ataupun lebih-lebih bisa menjadi penggerak literasi dimanapun kita berada. Karna melihat kondisi bonus demografi, transformasi peradaban, dan menuju perkembangan dunia yang penuh ketidakpastian kedepan. Mimpi rasanya visi Indonesia Emas 2024 menjadi negara pendapatan tinggi dan ekonomi terbesar dunia akan terwujud jika kompetensi literasi yang menjadi bagian penting penunjang peningkatan pembangunan manusia (Human Development) dan modal manusia (Human capital) Rakyat Indonesia itu masih tetap rendah. Karna visi Indonesia emas 2024 baru akan mungkin dapat terwujud apabila prasyarat nya untuk dapat menjadikan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, unggul, produktif, dan menguasai teknologi itu dapat terpenuhi sehingga pilar pembangunan indonesia untuk berdaya saing dapat tumbuh seimbang dengan perubahan zaman dan persaingan internasional kedepan untuk bisa mewujudkan Indonesia sebagai bangsa pemenang.