Beranda News

Pandangan Kritis Dan Bijak Maksi Ngkeros Terhadap Pemecatan Nakes Non PNS Oleh Bupati Manggarai NTT

Ir.Maksi Ngkeros (bacabup Manggarai) 2024-2029

MANGGARAI NTT, Pelita.co-  Bakal calon bupati Manggarai NTT, Ir. Maksi Ngkeros mengemukakan pandangan kritis terhadap kebijakan bupati Manggarai NTT, Hery Nabit yang belum lama ini memecat 249 tenaga kesehatan (nakes) non PNS yang bekerja di berbagai fasilitas kesehatan di wilayah kabupaten Manggarai

Alasan dan dampak dari keputusan pemecatan para nakes, bagaimana seharusnya bupati sebagai seorang pemimpin menyikapi persolan sosial masyarakat, bupati dan wakil bupati yang tidak bekerja sama sejak dilantik, tidak luput dari sorotan sang bakal calon bupati Manggarai ini

Menurut mantan kepala Bapeda kabupaten Manggarai Timur ini, pemecatan terhadap 249 nakes tersebut adalah sebuah keputusan yang konyol bahkan salah

“Kebijakan bupati Manggarai memberhentikan 249 nakes non PNS ini, bagi saya adalah tindakan konyol, tindakan salah” ungkap Maksi kepada media ini di Ruteng, Rabu 23 April 2024

Keputusan itu disebut sebagai tindakan konyol dan salah sebab sektor kesehatan adalah sektor layanan wajib dasar. Artinya kebutuhan wajib dasar kesehatan masyarakat wajib dilayani oleh pemerintah

Yang termasuk urusan wajib dasar itu adalah kesehatan, pendidikan, sosial, bencana alam dan itu ada standar pelayanan minimal (SPM) dan SPM kita belum terpenuhi. Makanya kenapa kok pemecatan ini dilakukan di saat SPM kita belum terpenuhi

Oleh karena  kebutuhan wajib dasar maka kesehatan adalah prioritas satu dalam penyelenggaraan pemerintah

Keputusan bupati Manggarai itu menurutnya sangat ironis karena dilakukan pada saat indeks kesehatan masyarakat di kabupaten Manggarai sangat rendah di mana angka kematian ibu naik dari 7 ke 12 persen, angka kematian bayi tahun 2023 sebanyak 89 orang, angka stanting di angka 16 persen, angka kesakitan 30 persen

Maksi mengatakan bahwa Dirinya sangat membayangkan apa yang akan terjadi di sektor kesehatan dengan dipecatnya para nakes non PNS ini

Yang jelas perekrutan tenaga kesehatan tambahnya ada perhitungannya dengan apa yang disebut rasio nakes per jumlah penduduk. Misalnya satu orang tenaga bidan dibutuhkan untuk melayani 500 orang, kalau lebih dari 500 orang maka dibutuhkan 2 orang bidan

Baca juga :  Sekcam Rajeg Himbau, Terbukti Salah Gunakan ADD Berurusan dengan Hukum

Dengan demikian menurutnya dampak dari keputusan yang disebutnya salah dan konyol itu tidak saja berdampak pada 249 nakes yang diberhentikan itu tetapi berdampak sangat besar di mana ratusan ribu masyarakat, ada ibu hamil, ibu mau melahirkan, ada bayi yang tidak terlayani kebutuhan kesehatannya

Jadi tenaga dari 249 nakes ini ungkapnya sangat dibutuhkan, oleh karena itu menurutnya bupati Manggarai Hery Nabit harus mempekerjakan kembali nakes tersebut dan tidak ada alasan untuk tidak dipekerjakan kembali mengingat kesehatan adalah kebutuhan wajib dasar masyarakat dan menjadi prioritas satu dalam pembangunan

Namun Maksi menegaskan bahwa apabila bupati Manggarai tidak mau mempekerjakan mereka kembali maka apabila Dirinya terpilih menjadi bupati Manggarai pada pilkada November 2024 mendatang akan memanggil dan mempekerjakan mereka di posisi semula

“Saya bilang begini, bupati Manggarai wajib Dia mempekerjakan kembali mereka, tetapi kalau Dia tidak mau, tunggu saya di 2025. Saya jadi bupati, saya jamin mereka akan dipanggil kembali dan dipekerjakan di posisi semula tinggal diperkuat kompetensi mereka kemudian kita bebani dengan kinerja” kata Maksi

Tetapi apakah penting untuk mempekerjakan mereka kembali? sangat penting karena dampaknya bukan pada 249 nakes saja tetapi bagi ratusan ribu masyarakat Manggarai, tambahnya

Menurut Maksi keputusan bupati Manggarai Hery Nabit yang memberhentikan 249 nakes non PNS itu adalah keputusan yang mengedepankan emosional

“Kalau menurut saya keputusan bupati Manggarai kemarin itu terlalu emosional, keputusannya sangat emosional” ungkap bakal calon bupati Manggarai ini

Oleh karena itu menurutnya, menjadi seorang bupati atau pemimpin jangan mendahulukan emosional sehingga tidak memikirkan dampak dari keputusan yang dibuat

Menurut Maksi masyarakat Manggarai saat ini termasuk Dirinya sedang merasa resah akibat dari kebijakan yang salah, konyol dan kontroversial itu

Selain oleh karena kebijakan itu, Maksi juga menyebut keresahan masyarakat Manggarai disebabkan karena bupati Manggarai, Hery Nabit dan wakil bupati Hery Ngabut tidak bekerja sama sejak dilantik, itu artinya bupati dan wakil bupati Manggarai belum selesai dengan persoalan persoalan pribadi mereka

Baca juga :  Kedapatan Bawa Celurit, Remaja Pria di Amankan Polisi di Jakarta Pusat

Kalau bupati dan wakil bupati tidak bisa menyelesaikan persoalan pribadi mereka maka bagaimana mereka bisa menyelesaikan persoalan rakyat?

Kalau mereka tidak bekerja sama itu artinya ego pribadi mereka sangat tinggi?

Maksi berpendapat bahwa ketidak sanggupan mereka dalam mengurusi masalah pribadi dan persoalan masyarakat terlihat dalam keputusan dan kebijakan yang dibuat

Maksi menyebut berapa pernyataan dan keputusan bupati dan wakil bupati Manggarai yang didasari oleh karena ego, tidak kerja sama serta emosional adalah bagaimana mereka mem- PHK orang, menon job orang, menggusur tanah di Nanga Banda, menyebut Dirinya bupati kepada masyarakat di Poco Leok Satar Mese

Pemimpin ke depan yang diharapkan adalah pemimpin pemimpin yang sudah selesai dengan urusan pribadinya sehingga dia mengutamakan kepentingan umum daripada kepentingan diri, keluarga dan kelompoknya

Inilah yang menurut Maksi akan menjadi perhatiannya ke depan untuk membenahi kabupaten Manggarai kembali ke rel yang benar. Keputusan dan kebijakan yang diambil harus untuk kepentingan rakyat

Pemimpin tambahnya mesti berkaca pada diri sendiri, dipikirkan sebelum mengambil keputusan

Harus dipikirkan mengapa para nakes meminta upah naik, pasti ada soal di sana, maka dibuka ruang komunikasi, tanyakan apa persoalan mereka lalu diberikan penjelasan sejelas jelasnya kemudian diberikan solusi, bukan malah dipecat

Maksi meyakini kalau bupati buka ruang komunikasi layaknya bapak dan anak, tidak disumbat maka para nakes ini pasti tidak melakukan aksi demo atau protes

Karena tersumbatnya ruang komunikasi inilah yang membuat para nakes melakukan protes ke DPR

Ia  menganalogikan bupati dan para nakes seperti bapak dan anak, instansi pemerintah sebagai eksekutif dan DPR sebagai tetangga

Bupati sebagai bapak menyumbat ruang komunikasi dengan nakes sebagai anak maka anak berteriak di luar rumah dan mengadu ke DPR kabupaten Manggarai sebagai tetangga. Sayangnya bukannya memberikan solusi justru sebaliknya bupati Hery Nabit malah memecat mereka

Baca juga :  Bupati Zaki Berharap Cisauk Masuk 3 Besar Lomba Kelurahan Tingkat Regional II

Oleh karena itu menurutnya, aksi para nakes ini tidak bisa disalahkan apalagi dipecat. bupati dan wakil bupati Manggarai menurutnya harus mengoreksi diri sendiri

Tugas bupati kata birokrat tulen ini adalah melayani rakyatnya

Pemecatan para nakes dengan alasan tidak disiplin dan tidak loyal bagi Maksi Ngkeros adalah alasan yang tidak masuk akal dan sangat menyesatkan karena menjadikan ketidak disiplinan dan ketidak loyalitasan sebagai tameng

“Saya baca di media Dia beralasan karena tidak disiplin dan tidak loyal. Bagi saya itu alasan yang tidak masuk akal dan menyesatkan, menjadikan disiplin dan loyalitas sebagai tameng” tuturnya

Di birokrasi, yang dikatakan disiplin itu adalah disiplin dalam bekerja.Salah satu contoh, masuk kantor jam 7 pagi pulang jam 4 sore, sesuai aturan. Kalu melanggar, itu baru disebut tidak disiplin

Jadi disiplin itu pada tugas bukan kepada bupati sebagai pimpinan

Yang dikatakan loyal dalam birokrasi tambahnya adalah loyal terhadap masyarakat. Melayani masyarakat dengan penuh hati dan sungguh sungguh, mengerahkan hati dan pikiran. Itu loyal, bukan loyal kepada bupati atau pimpinan

“Jadi itulah yang disebut disiplin dan loyal menurut filosofi birokrasi, disiplin pada tugas dan loyal kepada masyarakat, bukan disiplin dan loyal kepada pimpinan” ungkapnya dengan tegas

Yang dipersoalkan oleh bupati Hery Nabit menurut Maksi adalah tidak disiplin dan tidak loyal kepada Dia, menurutnya itu masalah karena disiplin itu diukur dari kinerja, makanya kalau disiplin pasti kinerja baik, kalu kinerja baik maka ada tunjangan kinerja, kinerja buruk maka tidak ada tunjangan

Jadi menurutnya disiplin dan loyal itu ukurannya di kinerja bukan rasa

Kalau bupati atau pemimpin mengedepankan rasa maka dia pasti akan merasa harus selalu dihormati bawahannya atau staf, itu menurutnya adalah celaka

“Nah kalau pemimpin itu mengedepankan rasa dan Dia merasa harus dihormati staf, ini celaka” tutur bakal calon bupati Manggarai ini