JAMBI, Pelita.co – Provinsi Jambi, sekarang ini memiliki kandungan batubara cukup besar di Pulau Sumatera. Hanya saya, persoalan yang paling mendasar eksploitasi batubara yang berlangsung tidak didukung, atau abai dalam menyiapkan sarana infrastruktur jalan khusus batubara itu.
Akibatnya, seperti yang terjadi selama ini angkutan batubara Jambi yang menggunakan jalan umum, atau Jalan Nasional, menimbulkan banyak masalah, tidak saja menyangkut terjadinya kemacetan di ruas jalan umum, disisi lain kerap terjadi kecelakaan lalulintas, atau Lakalantas terhadap pengguna jalan lain.
Akibat kondisi itu, Pelita.co, Sabtu (8/4-2023) melaporkan, aktivitas angkutan batubara Jambi menjadi masalah, sehingga kerap terjadi buka tutup di jalur jalan umum, terlebih lagi pihak Komisi V DPR-RI belum lama ini, sudah menginstruksikan truk batubara Jambi dihentikan, atau tidak boleh lagi masuk melintas di ruas jalan umum, atau Jalan Nasional tujuan ke Pelabuhan Talang Duku di Kabupaten Muaro Jambi.
Sementara pembangunan Jalan Khusus Batubara yang baru saja mulai dilaksanakan oleh pihak swasta, belum juga rampung, dan belum dapat diketahui kapan Jalan Khusus Batubara itu bisa dilalui.
Menyikapi kondisi itu, pengusaha pemilik tambang batubara di Jambi minta kepada Pemerintah Pusat, dalam hal ini Presiden Joko Widodo, dan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU/PR) Basuki Hadimuljono, supaya dapat memikirkan pembangunan jalan khusus itu.
Hendrik Tan, salah satu pemilik tambang batubara di Jambi kepada Pelita.co, mengungkapkan kemarin, sebenarnya menyangkut pembangunan Jalan Khusus Batubara Jambi, sangat mungkin dapat dilaksanakan pihak Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU/PR).
Hanya saja, selama ini antara Pemerintah Daerah, sepertinya abai menyikapi pembangunan jalan khusus ke Pemerintah Pusat. Padahal, jika sejak awal dilaksanakan ketika akan memasuki kegiatan eksploitasi pasti tidak menimbulkan masalah seperti yang terjadi seperti sekarang ini.
Pembangunan Jalan Khusus Batubara Jambi, terang Hendrik Tan, cukup dengan kualifikasi badan jalan pengerasan, sedangkan imbal balik dari biaya yang dikeluarkan dalam membangun jalan khusus itu, dapat dipungut dari setiap truk batubara yang melintas di jalan itu.
“Karena tidak ada jalan lain yang bisa dilewati untuk tujuan dari kawasan tambang, seperti dari Tambang di Kabupaten Sarolangun, Kabupaten Batanghari, dan beberapa daerah tambang lainnya ke Pelabuhan Talang Duku, Kabupaten Muaro Jambi yang berjarak sekitar 140 kilometer,” terang Hendrik Tan.
Bisa saja, kata Hendrik Tan, kalau Pemerintah Pusat mau, seperti membangun Jalan Tol yang biayanya kembali dipungut dengan setiap kendaraan yang melintas di jalan itu.
Supaya diketahui, terang Ia, pihak pemilik tambang batubara sudah memiliki Rencana Kegiatan Anggaran Biaya (RKAB) di Jambi dengan masing – masing pemilik tambang mendapatkan 35 juta ton.
Dari situ, katanya lagi, pemilik tambang dikenakan biaya pelabuhan sebesar Rp 25 ribu/ton, dan biaya tujuan PLTU sebesar Rp 15 ribu/ton, dan belum lagi biaya ekspor sebesar Rp 65 ribu/ton.
Artinya, jika Pemerintah Pusat mau, pasti tidak ada ruginya dalam membiayai pembangunan Jalan Khusus Batubara di Jambi. “Ya, kita tunggu saja apakah harapan pemilik tambang dapat disikapi Pemerintah Pusat,” harapnya. (sal)