TANGERANG,Pelita.co – Hama selalu menjadi momok bagi para petani di mana pun. Serangan hama dapat mengurangi hasil pertanian sekaligus menyebarkan penyakit. Jika tidak dikendalikan maka sebanyak 30 persen tanaman akan hilang karena serangan hama.
Untuk menanggulangi serangan hama banyak petani menggunakan pestisida. Meski begitu penggunaan pestisida dengan bahan-bahan kimia pun memiliki dampak negatif seperti hilangnya plasma nutfah, punahnya predator dalam ekosistem dan resistennya organisme penganggu tanaman. Selain itu pestisida juga bisa berdampak bagi manusia Residu pestisida yang tertinggal pada tanaman khususnya buah dan sayur akan memiliki dampak negatif apabila dikonsumsi oleh manusia.
Fenomena di atas memancing Muhammad Qahfi Ramadhan, Erickda Hannan Arifandria,
Muhammad Al Vito Putra Handoko, dan Muhammad Rafa Sa’ad Dermawan, santri Pesantren Tahfizh Daarul Qur’an untuk mengembangkan pestisida nabati dari limbah jerami. Di bawah bimbingan ustad Saifuddin, keempat santri tersebut melakukan eksprerimen yang hasilnya kemudian dibawa ke ajang International Young Moslem Inventor Award (IYMA) 2024 bidang Environmental Science, di Bogor.
Inovasi pestisida ini dipilih karena letak pesantren yang berada di Ungaran, Kabupaten Semarang, yang terkenal produk hasil pertaniannya. Di wilayah ini juga terdapat laboratorium pertanian Instalasi Penerapan Dan Pengembangan Standar Instrumen Pertanian (IP2SIP) bersertifikat.
“Kami melihat banyak petani yang masih menggunakan pestisida berbahan kimia di dekat lingkungan pesantren, maka itu kami ingin mencoba menghasilkan pestisida nabati dengan limbah jerami yang bahannya banyak dan mudah tersedia” ujar Saifudin.
Percobaan pun dilakukan dengan sebelumnya melakukan survey, penelitian di lapangan, identifikasi hama di laboratorium, aplikasi pestisida nabati dan analisis data. Sementara itu bahan-bahan pestisida yang terdiri dari jerami padi, lengkuas, bawang putih, air dan beberapa bahan lainnya mulai di ramu.
“Alhamdulillah segala kebutuhan untuk membuat pestisida ini dapat dengan mudah didapatkan di sekitar pondok” ujar Saifudin.
Ketika pestisida sudah jadi para santri mulai menerapkan pengujian pada tanaman padi dan jagung selama 2 pekan. Hasilnya jumlah populasi hama pada tanaman yang diujicoba menyusut.
“Alhamdulillah dari pengujian yang kami lakukan populasi hama menurun drastis hingga hampir menyentuh angka 80 persen”
Setelah diujikan inovasi santri Pesantren Tahfizh Daqu Jawa Tengah ini pun diganjar dengan medali emas dalam ajang IYMA 2024 yang diikuti oleh perwakilan dari 14 negara.
“Ini menjadi kabar baik bagi dunia pesantren, mengingat kami sebagai satu-satunya peserta dari lingkungan pesantren yang mengikuti kegiatan ini” tambah Saifudin.
IYMIA ke-2 sendiri diadakan oleh IYSA (Indonesian Young Scientist Association). Gelaran IYMIA ke-2 bekerja sama dengan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor.
Acara ini berlangsung pada bulan Januari 2024, dilaksanakan secara daring dan luring di Institut Pertanian Bogor. Hadirnya IYSA diharapkan memberikan kesempatan kepada mereka untuk berpartisipasi dalam kompetisi dan non-kompetisi ilmiah di tingkat nasional dan internasional.
Yuk jadi bagian dari keluarga besar Pesantren Tahfizh Daarul Qur’an untuk tingkat TK, SD, SMP, SMA. Info Pendaftaran 0821 222 777 12 atau klik link daqu.sch.Id