JAKARTA,Pelita.co – Wakil Ketua FPKS DPR RI, Bidang Industri dan Pembangunan, Mulyanto menyayangkan klaim Menteri Pertanian tentang temuan kalung pembunuh virus corona. Klaim tersebut dinilai terburu-buru dan gegabah karena tidak sesuai prosedur riset yang umum berlaku.
“Pejabat politik seperti Menteri Pertanian, harus hati-hati membuat statemen ilmiah teknis. Jangan sampai membuat heboh dan membingungkan masyarakat. Apalagi ini terkait dengan pengobatan virus Corona yang sampai hari ini masih belum dapat kita kendalikan.
Di tengah isu reshufle kabinet, untuk menuai popularitas, jangan sampai pejabat politik mengorbankan perasaan masyarakat. Ini sama juga PHP pemberi harapan palsu.
Karena faktanya, riset produk kalung minyak kayu putih ini tidak berdasarkan pada isolat virus corona yang menjadi biang keladi pandemi Covid-19. Selain itu produk ini belum melalui tahapan uji praklinis uji klinis. Karenanya tidak heran kalau ijin edar dari BPOM atas kalung minyak kayu putih ini adalah dalam kategori “jamu” bukan obat,” jelas Mulyanto. Selasa (7/7).
Mantan Irjen Kementan ini menambahkan klaim temuan kalung minyak kayu putih pembunuh virus Corona ini lebih merupakan klaim politis di tengah isu reshufel kabinet. Bukan klaim ilmiah yang berdasarkan scientific research.
Mulyanto mengakui capaian peneliti di Balitbang Kementan ini sudah sangat baik. Karena itu Mulyanto menyarankan agar temuan ini diteruskan hingga tahap uji praklinis dan uji klinis, dengan melibatkan peniliti kesehatan yang kompeten atau bekerjasama dengan balitbang Kemenkes, LBM Eijkman atau Perguruan Tinggi.
“Kita bangga dengan para peneliti Balitbang Kementan yang kreatif terjun dalam riset kesehatan berbasis sumber daya hayati kita. Ini keunggulan komparatif kita dibanding negara lain. Kekayaan biodiversitas Nusantara yang sangat berlimpah.
Kalau mampu kita mendayagunakannya maka akan menjadi kekuatan ekonomi kita ke depan. Karenanya, Konsorsium Riset Covid-19 di BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional) perlu mengajak dan mendorong temuan ini, agar semakin optimal,” tandas anggota Komisi VII DPR RI ini. (red)