MANGGARAI NTT, Pelita.co- Ribuan ekor babi di kabupaten Manggarai provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menjadi korban akibat keganasan virus African Swine Fever (ASF) sejak 2021 lalu
Data dari Dinas Peternakan kabupaten Manggarai menunjukan lebih dari 1200 ekor babi di 12 kecamatan di kabupaten Manggarai mati akibat terserang virus ASF, dengan rincian tahun 2021 sebanyak 450 ekor, tahun 2022 sebanyak 420 an ekor, tahun 2023 102 ekor dan tahun 2024 sebanyak 151 ekor (Dinasper Maret 2024)
Kematian ternak babi itu di dominasi di kecamatan Langke Rembong, ibukota kabupaten Manggarai
Kepala Dinas Peternakan kabupaten Manggarai, drh.Yustina Hamung Lajar saat ditemui di kantornya mengatakan, virus ASF belum ada obat atau vaksinnya
“Virus ASF itu sampai sekarang belum ada obat dan vaksinnya” tutur Tuty Lajar, panggilan akrab Yustina Lajar, kepada Pelita.co di kantornya pada Selasa 02 April 2024
Ia mengatakan, pihaknya telah melakukan sosialisasi kepada peternak tentang bagaimana cara penangananya virus ASF
Sosilaisasi itu bekerja sama dengan pemerintah kecamatan, desa atau kelurahan dan juga dengan beberapa OPD yaitu Dinas Kominfo dan Dinas Perhubungan untuk memeprketat lalulintas ternak dan juga melalui mimbar gereja
Tuty mengatakan ada beberapa poin penting yang disampaikan dalam sosialisasi tersebut yaitu terkait makanan yang layak untuk babi, kebersihan kandang, larangan lalulintas ternak, batasi orang keluar masuk area kandang babi
Hal ini dilakukan untuk mencegah penyebaran virus ASF, sebab limbah makanan dari daging, kandang yang kotor, lalulintas ternak dapat memperluas penyebaran virus ASF
Babi yang sehat juga disarankan dipisahkan dari babi yang sakit dan sudah terindikasi ASF. Selain itu, Petugas dan orang juga dibatasi keluar masuk area kandang sebab virus ASF itu dapat menempel di pakaian atau sendal atau sepatu dan berpindah ke ternak babi lain pada saat masuk ke kandang babi lain atau saat mengurusi babi peliharaan sendiri
Peternak juga disarankan untuk menyemprot disinfektan di kandang babi tiga kali seminggu
Namun ASF ini tambahnya tidak bersifat sonosis yaitu tidak menular ke manusia
“Penyakit ASF ini tidak bersifat sonosis, artinya tidak menular ke manusia. berbeda dengan penyakit antraks yang bisa menular ke manusia atau sonosis” tambah Tuty
Terkait asumsi yang menyebut virus ASF ada kaitan dengan batang pisang yang terserang penyakit sebagai salah satu makanan ternak babi yang biasa dipakai peternak babi Manggarai, Tuty memastikan bahwa itu tidak ada kaitannya
Sementara itu, Kepala Bidang (kabid) Kesehatan Hewan, Imelda Bai yang saat itu mendampingi Tuty memaparkan gejala yang terjadi pada babi yang terserang ASF
Ada beberapa gejala spesifik yang ditunjukan kata Imelda, yaitu; demam tinggi 40 sampai dengan 42 derajad kemudian diikuti dengan tidak mau makan, terjadi perubahan pada pencernaan di mana air besarnya menjadi kongkol, keras diikuti pendarahan pada titik sekitar tubuh. Yang sudah sampai meradang itu tambahnya diikuti dengan keluar darah dari hidung dan telinga karena pembiluluh darahnya pecah
Masa inkubasi virus ini adalah 0 sampai dengan 21 hari, artinya sejak kejadian sampai 21 hari
Babi yang terserang ASF kata Imelda pasti akan mati, karena itu harus dilakukan upaya pencegahan seperti yang telah disosialisasikan termasuk juga bio security ketat, lakukan penyemprotan disinfektan
Ia menjelaskan pertama kali ASF masuk wilayah kabupaten Manggarai di desa Nao kecamatan Satar Mese Utara pada tahun 2021, akibat lalulintas ternak babi yang tidak terkontrol, di mana babi dari Lembor kabupaten Mangarai Barat yang sebelumnya terpapar virus ASF dijual ke desa Nao
Atas kejadian itu tim Dinas Peternakan kabupaten Manggarai bersama kepala Desa Nao langsung turun ke lokasi
Dari gejala yang ada kata Imelda menunjukan terserang ASF, oleh karena itu pihak Dinas Peternakan langsung mengisolir area kandang tersebut lalu melakukan sosialisasi dan memberikan edukasi kepada peternak
Pihak Dinas Peternakan tambahnya melarang peternak memotong dan mengedarkan atau membagikan daging babi yang sakit sebab apabila babi tersebut dipotong dan dagingnya diedarkan maka sama saja menyebarkan penyakit
“Tindakan yang kami lakukan di desa Nao waktu itu, kami laukan sosialisasi kepada peternak tidak boleh memotong ternak babi yang sakit, karena kalau memotong, mengedarkan sama saja menyebar penyakit” ungkap Imelda
Imelda juga menghimbau peternak untuk melakukan beberapa langkah, antara lain; bio security ketat di mana babi yang masih sehat dipisahkan dari babi yang sakit, berikan makanan yang dapat memperkuat sistem imun tubuh babi, lakukan penyemprotan disinfektan tiga kali seminggu, batasi orang keluar masuk area kandang ternak babi
Virus ASF ini bertahan di dalam daging dan juga tulang walaupun sudah dimasak
Ia mengungkapkan bahwa sejak masa liburan paskah pada Maret 2024 lalu, pihaknya tidak mendapatkan laporan terkait adanya babi yang sakit. Namun sebelumnya laporan masih terjadi
Imelda menyebutkan bahwa pihaknya membagikan disinfektan bagi peternak yang melapor ke kantor dinas peternakan
Baik Tuty maupun Imelda berharap agar kasus kematian ternak babi di kabupaten Manggarai tidak lagi terjadi
Mereka juga berharap agar pemahaman dan kesadaran peternak semakin meningkat setelah sosialisasi dan edukasi yang selama ini dilakukan secara masif
Penulis; Henrikus Agung (wartawan Pelita.co)