Jakarta, Ketua Umum Pengurus Nahdlatul Ulama (PBNU) 2010-2021 Prof KH Said Aqil Siroj hadir sebagai narasumber di Talk Show bertajuk: Semangat Pluralisme Untuk Merawat Bhineka Tunggul Ika.
Kegiatan ini digelar oleh Sekolah Tinggi Agama Budha Nalanda di Clubhouse Jakarta Garden City (JGC) Ballroom, Jakarta Timur, Sabtu (16/3/2024).
Dalam kesempatan ini, kiai Said Aqil Siroj menekankan pentingnya menjaga kebhinekaan dalam kehidupan yang harmonis.
Menurutnya, salah satu keindahan Indonesia karena adanya kebhinekaan yang harus terus dipertahankan.
“Kita tunjukkan bahwa kita kebhinekaan. Tidak mungkin kita menang sendiri, paling berhak sendiri (maka kita) pertahankan kebhinekaan (karena) indahnya Indonesia ada kebhinekaan,” kata kiai Said Aqil.
Kiai Said menjelaskan, dalam Islam, manusia diciptakan untuk membawa amanah yang mulia untuk menegakkan kemanusiaan. Hal itu merupakan amanah yang utama sebelum amanah agama, ilmu pengetahuan dan keluarga.
Apalagi, lanjutnya, Islam memiliki arti damai dan menyelamatkan sehingga, umat Islam akan membuat lingkungan sekitarnya merasa aman. Juga tidak mengenal istilah radikalisme, ekstrimisme, dan terorisme.
Lebih lanjut, kiai Said menyampaikan, Nabi Muhammad SAW ketika hijrah dari Mekkah ke Madinah menjumpai masyarakat yang sangat plural.
Di Madinah, jelasnya, terdapat kelompok Islam pendatang (muhajirin), Islam pribumi (anshor), dan non Islam yakni Yahudi.
Nabi Muhammad kemudiaan berhasil menyatukan masyarakat yang plural tersebut dengan ikatan visi misi, bukan dengan konstitusi agama.
Bahkan, kata kiai Said, Nabi Muhammad sangat melarang umatnya untuk membunuh non Muslim dengan mengatakan, barang siapa yang membunuh non Muslim akan berhadapan dengannya. Barangsiapa yang berhadapan dengannya, tidak akan masuk surga.
“Jadi Nabi Muhammad bukan negara Islam, tapi negara Madinah. Negara yang masyarakatnya beragama, berbudaya dan sejahtera. Masyarakat madani, negaranya Madinah,” jelasnya.
Lebih lanjut, kiai Said menyampaikan bahwa dirinya tidak sepakat bila agama dijadikan sebagai alat politik. Kiai Said menjelaskan, agama bukan hanya membawa teologi tetapi membawa budaya.
Ia menyebut bahwa percuma beragama tetapi hatinya dan perilakunya buruk.
“Agama membangun spiritual. Membuka mata batin untuk membedakan mana yang baik mana yang buruk. Kalau sudah bisa akan estafet yang namanya moral untuk mendorong berbuat baik. Terakhir akan ada nurani yang memutuskan baik atau buruk,” terangnya.
Oleh karena itu, ia menegaskan bahwa agama tidak boleh dijadikan politik, tetapi agama harus mengarahkan agar berpolitik berjalan dengan baik.
Kiai Said menekankan, agama juga tidak boleh dijadikan untuk kepentingan ekonomi dan bisnis, tetapi agama dijadikan untuk mengarahkan agar berjalannya bisnis dengan baik.
“Percuma beragama kalau tidak untuk kemanusiaan. Percuma masjid mewah besar kalau kanan kirinya orang miskin. Percuma gereja bersalib emas kalau anak-anak kanan kirinya kurus kering kurang makan. Percuma vihara besar dan mewah kalau membiarkan orang disekitarnya hidup dengan sengsara,” pungkasnya.
Sementara itu, dalam kesempatan yang sama, Tokoh Agama Budha Dr Ponijan Liaw menyampaikan apresiasinya atas kehadiran kiai Said Aqil Siroj yang hadir dalam acara ini.
Ia menyampaikan, untuk menjaga plurasime atau semangat atas keberagaman khususnya di Indonesia dengan mendalami ajaran agamanya.
Hal ini, kata dia, sesuai yang dikatakan oleh Romo Muji Sutisno. Ia menambahkan, apabila sesorang telah mendalami ajaran agamanya, maka pasti tidak akan menjadi orang yang rasis.
“Karena agama tidak ada yang mengajarkan rasis. Karena saya 9 tahun belajar Islam gak pernah itu belajar itu (rasis),” ungkapnya.
Menurutnya, apabila terjadi perbedaan, hal itu diakibatkan oleh penafsiran yang tidak sampai. Sebab, bila seseorang tidak sampai, maka kemungkinan akan mengada-ngada.
Ia mengapresiasi dari setiap pandangan dari kiai Said Aqil Siroj. Menurutnya, pandangan yang disampaikan oleh Kiai Said selalu dilatar belakangi oleh pandangan yang disertai dengan nurani.
“Kenapa bisa begitu? Karena agamanya sudah sangat dalam. Orang yang agamanya dangkal maka bicaranya dipermukaan, kalau sudah dalam bicaranya dari dalam,” tegasnya.
Hadir dalam kegiatan ini di antaranya Ketua Yayasan Nalanda Tanju Liang, Ketua Sekolah Tinggi Agama Budha Nalanda Sutrisno, dan Anggota DPR RI Andi Najmi.