Beranda News

Tim Hukum Maksi – Ronal Tegaskan, Pernyataan Maksi Ngkeros Di Rampasasa Bukan Black Campaign

Tim Hukum Maksi - Ronal, Melkhior Judiwan, SH.MH (kiri) Dan Wilhelmus Ngaruk, SH

MANGGARAI NTT, PELITA.CO- Tim hukum pasangan calon bupati dan wakil bupati Manggarai nomor urut 1, Maksi Ngkeros dan dr. Ronal Susilo membantah tuduhan yang menyebut Maksi Ngkeros melakukan black campaign atau kampanye hitam saat kampanye di Rampasasa desa Wae Mulu kecamatan Wae Ri’i kabupaten Manggarai pada 7 Oktober 2024 lalu

Bantahan itu merespon laporan Marsel Ahang ke sentra GAKUMDU Bawaslu Manggarai beberapa waktu lalu

Laporan itu telah ditindaklanjuti oleh GAKUMDU dengan memanggil Maksi Ngkeros sebagai terlapor untuk dimintai klarifikasi pada 22 Oktober 2024. Setelah klarifikasi tersebut GAKUMDU langsung merubah status dari klarifikasi menjadi penyidikan

Keesokan harinya, 23 Oktober GAKUMDU melaporkan ke polres Manggarai

Dalam keterangan pers, tim hukum Maksi – Ronal menilai bahwa perubahan status dalam proses pemeriksaan terhadap laporan itu sangat prematur

“Hemat kami selaku Tim Hukum Paslon Maksi – Ronal, bahwa perubahan status dalam proses pemeriksaan (klarifikasi) terhadap laporan itu, terkesan sangat prematur” tulis Tim Hukum Maksi Ronal dalam keterangan pers yang diterima media ini pada Jumat pagi 25 Oktober 2024 di Ruteng

Perubahan status pemeriksaan itu dinilai prematur sebab setelah tim hukum membaca secara cermat materi klarifikasi terlapor tersebut, penyidik hanya berkosentrasi dan fokus pada dua frasa

Pertama adalah frasa atau kalimat yang intinya meminta pendukung di Rampasasa untuk tidak memberikan satu suara pun untuk Paslon nomor 2. pernyataan ini disampaikan Maksi Ngkeros dalam bahasa Manggarai, namun kalimat itu mengikuti kalimat sebelumnya yang pada pokoknya Maksi Ngkeros menyatakan komitmennya untuk membangun Manggarai mulai dari Rampasasa

“Narasi yang disampaikan dalam bahasa Manggarai, yang menyatakan pada pokoknya bahwa ‘ede – ema agu sanggen taung ase ka’en, puung ce’e mai ho’on lite pande di’an Manggarai ho’o (mama – bapa dan saudara sekalian, mulai dari sini kita bikin baik Manggarai ini) ; Agu neka teing can suara latang HN (dan jangan kasi satu pun suara untuk HN)” tulis tim hukum Maksi – Ronal

Baca juga :  Mayjen TNI (Purn) Tatang Zaenudin Pastikan Relawannya Fokus Lakukan Trauma Healing di 7 Titik Lokasi Paska Gempa Cianjur

Kedua adalah narasi yang menyatakan, HN telah menghancurkan Manggarai

“Narasi berikutnya adalah ‘ai hia HN poli pande hancur Manggarai ho’o (karena HN telah menghancurkan Manggarai ini” lanjut ditulis dalam keterangan pers tersebut

Tim hukum berpendapat, kedua frasa yang disampaikan Maksi Ngkeros tersebut tidak boleh dimaknai secara terpisah dengan tanpa mengetahui rangkaian ceritanya, baik itu sebelum maupun setelah kedua frasa itu diucapkan oleh terlapor

Bahwa sebelum terlapor menyampaikan orasi politiknya pada saat itu, terlapor menerima keluhan dari tokoh masyarakat saat diterima di dalam rumah adat atau mbaru gendang Rampasasa. Saat itu tokoh masyarakat menyampaikan bahwa saat kampanye pilkada 2020 lalu, calon bupati HN saat itu juga diterima di dalam rumah adat mereka dan HN menjanjikan akan memberikan bantuan untuk perbaikan rumah adat Rampasasa tersebut namun janji tersebut tidak kunjung direalisasikan sejak menjadi bupati hingga saat ini

Karena itulah tokoh masyarakat adat Rampasasa menyampaikan kekecewaan mereka kepada calon bupati, Maksi Ngkeros dan menyatakan mereka tidak akan memilih Dia (HN) lagi pada pilkada Manggarai 2024 ini

Lebih lanjut dalam keterangan pers tertulis itu mengatakan bahwa berdasar keluhan masyarakat itulah Maksi Ngkeros dalam orasi politiknya mengatakan bahwa jikalau warga Rampasasa sudah merasa dibohongi maka sebaiknya jangan memilih HN lagi

Baca juga :  Ratusan Lansia Ikuti Terapi Empet-empet Anus, Terpusat di Area Kolam Renang Pangonan Madiun

Frasa ini menurut tim hukum Maksi – Ronal merupakan statement atau pernyataan politik yang tidak mengandung unsur penghasutan kepada masyarakat yang hadir dalam acara kampanye tersebut tersebut apalagi audiens yang hadir saat itu adalah keluarga dekat serta massa pendukung Maksi – Ronal sehingga wajar jika diajak demikian

Demikian juga narasi yang menyatakan bahwa “jangan kasi satu suara pun dari sini untuk HN, karena Dia sudah menghancurkan Manggarai ini”

Narasi ini dinilai tim hukum sangat beralasan disampaikan terlapor karena selain telah menghancurkan perasaan masyarakat Rampasasa perihal tidak direalisasikannya janji perbaikan rumah adat mereka, juga sejumlah janji politik lain HN pada kampanye 2020 lalu yang tidak ditepati, misalnya; kenaikan 100 persen TAMSIL pegawai honorer, biaya pembukaan lahan bagi petani milenial seratus juta rupiah (1000.000) per orang, bantuan modal usaha bagi para laskar 88, tidak adanya pemerataan pembangunan, tata kelola pemerintahan yang tidak yang tidak baik dan benar, tindakan kesewenang wenagan seperti penon-joban sejumlah pejabat birokrat, pemecatan 249 tenaga kesehatan (nakes) non ASN

Tim kuasa hukum menegaskan bahwa secara pribadi, terlapor tidak pernah ada niat untuk menghina dan/atau mencemarkan nama baik HN sebagai salah satu calon bupati Manggarai saat ini, demikian juga terhadap dugaan penghasutan dan/atau dugaan mengadu domba warga masyarakat kampung Rampasasa maupun masyarakat Manggarai seluruhnya

Dari uraian fakta hukum tersebut maka tim hukum menilai Perbuatan Melawan Hukum (PMH) pidana dari laporan tersebut tidak terpenuhi; dan atau dengan kata lain perbuatan materiil dari laporan tersebut tidak terpenuhi

Baca juga :  Ketum Relawan Ganjar Pranowo Hina Putri Kiai Ponpes Lirboyo

Dalam keterangan pers itu, tim hukum memaparkan tujuan dari Hukum Pidana

Salah satu tujuan terciptanya hukum pidana adalah untuk menciptakan keamanan dan ketertiban dalam kehidupan sosial masyarakat dengan tanpa mengabaikan rasa keadilan individu atau anggota masyarakat

Proses penegakan hukum pidana juga perlu memperhatikan asas proporsionalitas. Asas ini mengatur soal keharusan dari sebuah proses pidana, berbasis pada sistem peradilan pidana untuk menjatuhkan hukuman yang sepadan dengan tindak pidana yang dilakukan

Asas ini juga menuntut agar sistem peradilan pidana kita dapat mempertimbangkan kepentingan masyarakat, negara, pelaku, dan korban. Itu artinya bahwa prinsip penegakan hukum pidana itu tidak hanya memperhatikan kepentingan korban dan terduga pelaku saja tetapi justru yang tidak kalah penting adalah kepentingan publik, baik yang berkepentingan secara langsung maupun tidak langsung dari proses pemidanaan terhadap sebuah dugaan perbuatan pidana, tak terkecuali dugaan pelanggaran kampanye pilkada Manggarai saat ini

Tim hukum Maksi – Ronal menyampaikan agar pihak berwenang perlu memperhatikan visi mulia dari hukum pidana dalam melakukan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, mengadili dan atau memutuskan dugaan pelanggaran kampanye pilkada ini

“Bahwa terhadap visi mulia dari hukum pidana ini, merasa perlu kami sampaikan kepada teman teman para penegak hukum yang berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, juga yang berwenang memeriksa, mengadili, dan/atau memutuskan dugaan pelanggaran kampanye pilkada kabupaten Manggarai 202r saat ini agar sedapat mungkin perlu memperhatikan hal hal tersebut di atas” tulis tim hukum Maksi – Ronal dalam keterangan pers tersebut