Beranda News

Zainal Petir: Pak Ganjar Hati-hati Bicara Infaq, itu Bahasa Agama bukan Pungli

SEMARANG, Pelita.co,-Keputusan Gubernur Jawa Tengah (Jateng), Ganjar Pranowo mencopot Kepala Sekolah SMKN 1 Sale, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah sangat disesalkan, karena kebijakan bakal Capres dari PDI Perjuangan tanpa melakukan klarifikasi terlebih dahulu kepada Widodo hingga mencopotnya dari Kepala sekolah, sehingga mendapat kecaman dari Zainal Petir. Ketua LBH Penyambung Titipan Rakyat (PETIR).

Berawal saat dialog dengan seorang siswi di pendopo kabupaten Rembang, 10 Juli, seorang siswi saat ditanya oleh Ganjar apakah sekolahnya bayar, langsung dijawab oleh siswi tersebut membayar uang gedung, tapi siswi itu kemudian mengoreksi menjadi bayar infaq.

Menurut Zainal Abidin Petir selaku ketua LBH Penyambung Titipan Rakyat (PETIR) Jateng yang konsen sebagai advokasi kebijakan publik, mengatakan mestinya Ganjar berfikir jernih kenapa di sekolah tersebut ada sumbangan berupa infaq.

“Pak Ganjar harus bisa bedakan antara pungutan dengan infaq. Kalau pungutan apalagi pungli itu identik dengan pelanggaran hukum sedangkan infaq itu bahasa agama kaitan pahala dan amal jariah.

“Harus hati-hati karena nanti orang jadi takut berinfaq,” ujar Petir mantan wakil ketua Komisi Informasi Jateng.

Baca juga :  Kenaikan Kasus HIV di Purworejo Didominasi Kaum Gay

Atas keprihatinan pencopotan kepala sekolah karena masalah infaq, pada 31 Juli 2023, Petir langsung mengecek ke lokasi SMKN 1 Sale Rembang, yang berbatasan dengan Jawa Timur, karena ingin tahu kasus yang sebenarnya terjadi.

Ternyata sungguh memprihatinkan dan mencengangkan, karena mendapatkan fakta kondisi sarana dan prasarana yang sangat memprihatinkan. Ruang kepala sekolah menempati ruang penjaga sekolah. Ruang kesehatan atau UKS dicampur dengan ruang BK/BP. Itupun ruangan sangat tidak layak dan memprihatinkan karena atap hampir ambrol sehingga disangga beberapa kayu dan bambu.

Kekurangan ruangan kelas. Ada rombongan belajar (rombel) 18 namun ruang kelas hanya tersedia 10 sehingga kurang 8 kelas. Untuk memenuhi kelas maka 2 bengkel TKR dipakai untuk ruang kelas, dua lab Multimedia dipakai untuk ruang kelas, 2 lab komputer dipakai untuk ruang kelas, 1 lab fisika geologi pertambangan dipakai untuk ruang kelas, dan 1 ruang biasanya pakai mushola milik SMPN 2 Sale yang kebetulan satu area. Tapi kalau pas ada PKL mushola tidak dipakai untuk proses belajar mengajar.

Baca juga :  Ketua Panwaslu Kecamtam Pagedangan Lantik 290 Peserta PTPS

Padahal, kata Petir, menurut PP 57 Tahun 2021 Tentang Standar Nasional Pendidikan, sekolah harus memiliki ruang kelas, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang kesehatan/UKS, tempat beribadah, tempat olahraga, toilet, dan ruang administrasi.

“Yang lebih menyedihkan, ternyata SMKN 1 Sale kekurangan guru ASN sebanyak 17 orang. Ini Gubernur dan kepala Disdikbud Provinsi Jawa Tengah harus bertanggung jangan hanya menyalahkan pihak sekolah saja,”, kata Petir.

Petir mendesak kepada Ganjar selaku wakil pemerintah pusat di daerah untuk mengalokasikan anggaran pendidikan minimal 20 persen. “Pendidikan itu merupakan urusan pemerintah wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar.

“Artinya Ganjar harus bisa memenuhi itu biar sekolah tidak lagi mencari sumbangan dari masyarakat,” kata Petir.

Hal itu tambah Petir, sebagaimana diamanatkan pasal 31 ayat 4 UUD 1945 bahwa negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari APBN serta dari APBD untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.

Petir justru mengapresasi kinerja Komite dan kepala SMKN 1 Sale Rembang yang berhasil menyumbang aset tanah kepada Pemprov Jateng sekitar 7.212 m2 hasil dari sumbangan orang tua murid.

Baca juga :  UPT Samsat Kelapa Dua Gelar Operasi Pajak Kendaraan Bermotor

“Komite SMKN 1 Sale Rembang sekitar tahun 2017- 2018 beli tanah luas 2.775 m2, kemudian 2019-2022 beli lagi Luas 4.437, dengan nilai sekitar 975.000.000,00. Sekarang tanah tersebut sudah dihibahkan ke sekolah dan menjadi aset Pemprov Jateng. itu hasil dari sumbangan atau infaq dar orang tua lo, ” tandas Petir.

Di atas tanah tersebut, tambah Petir, sekarang mulai berdiri mushola yang rencananya menelan biaya sekitar Rp 300 jt namun “berhenti” berbarengan dengan dicopot nya kepala sekolah karena dianggap melakukan pungutan.

Padahal, kata Petir, proses pengumpulan sumbangan sudah sesuai dengan Permendikbud 75 tahun 2016 tentang Komite Sekolah.

“Prosedur sudah dilakukan, semua orang tua wali selaku masyarakat sudah dikumpulkan oleh komite dan sepakat berinfaq untuk membangun mushola mengingat sekolah tidak punya tempat ibadah. Apalagi sekolah pulang sampai sore sehingga perlu sholat dhuhur dan kadang sekalian Ashar di sekolahan,” pungkas Petir.