OPINI – Pesta Demokrasi kian mendekati, lantas beberapa elemen masyarakat pun kian mempersiapkan segala daya upaya dari mulai menganalisa, mencermati lebih tepat dan akurat tentang para kader-kader bangsa yang memiliki kompetensi menerima aspirasi secara utuh serta partisipatif terhadap kepentingan khalayak umum yang tentunya tidak hanya sekadar bicara menebar visi-misi yang kemudian alhasil menjadi halusinasi intens dalam konteks mewujudkan kesejahteraan sebab memang pada akhirnya rakyat sudah mengetahui secara komprehensif tentang kampanye yang memang tidak relevan atau tidak lagi sesuai jaman (janji manis).
Semakin hari semakin bergejolak,dari mulai media-media dan pers sudah melakukan langkah prediksional terhadap siapa yang nantinya memegang tongkat estafet keberlanjutan kepemimpinan bangsa yang dipilih melalui pemilihan umum 2024, dari jarak interval waktu di tahun 2022-2023 berbagai ragam kelompok masyarakat sudah memulai apa yang disebut sebagai perang dingin, dari yang memperdebatkan baliho tanpa mengetahui adanya anasir tertentu dibalik baliho sampai beradu argumen di kancah dunia maya (media sosial).
Hal ini pun menjadi kemajuan tersendiri terkait peka nya masyarakat dalam memandang politik itu sendiri, katakan saja masyarakat NKRI ( Negara Kayangan Republik Indonesia ) frasa kesatuan tidak disematkan dalam hal ini karena NKRI dalam Konteks politik Indonesia tidak pernah ada yang namanya kesatuan. Kayangan pun akhirnya menjadi tepat untuk menilai apa yang akan terjadi di 2024 dari mulai adanya unsur keterlibatan oligarki hingga arus kuat intervensi, sebut saja pemangku intetvensi itu para pendahulu, sepuh, hingga pengaruh agama yang kemudian menjadikan kontestasi nantinya menjadi semakin seksi dan menarik.
Sepanjang dekade sejarah perpolitikan bangsa kerap dimulai dengan dinamika-dinamika pergerakan yang tentunya menjadi seni kekuatan yang fundamental dalam merealisasikan ekspresi rakyat melalui gagasan people power atau pergerakan rakyat, pergerakan rakyat ini secara kolektif pasti diselingi oleh beberapa gerakan-gerakan katalis (pendukung) seperti mahasiswa dan beberapa unsur masyarakat yang tergabung dalam suatu wadah (organisasi), pergerakan ini pernah membawa keberhasilan dan dampak sosio kultural tersendiri bagi mereka yang menjalankannya secara apik dimulai dari persekutuan antara rakyat/mahasiswa-ABRI dalam menumbangkan orba hingga akhirnya Mereka saling berhadapan kembali pada detik-detik terakhir jatuhnya Orba pada pertengahan 1998.
Di era reformasi hingga detik ini gerakan-gerakan yang sempat menjadi dewa penyelamat layaknya dewa apollo dalam mitologi yunani yang digambarkan sebagai dewa matahari, penyembuh, serta pelindung kaum muda yang sempat bersinar layaknya Kecantikan ratu cleopatra medir serta menjadikan mereka merasa sebagai harapan terakhir rakyat akhirnya menjadi angkuh dan akhirnya menjadikan mereka sebagai dewa kayangan yang akhirnya juga menjadi sumber penyakit dari segala arah, Kerap melakukan kristalisasi politik dengan segala manuver-manuver dewa kayangan.
Manuver itu terus berlanjut hari demi hari sampai waktu menentukan bahwa ajang kontestasi pilpres 2024 layak disebut sebagai ajang pilpres termegah sepanjang sejarah bangsa indonesia dengan segala misteri-misteri nya, yang kemudian menggiring rakyat mengalami diagnosa politik bebas yang akhirnya kemajuan menjadi selaras dengan kehancuran tersistematis, dengan proses pengendalian terkomando dan terstruktur menjadikan 2024 sebagai misteri yang sampai saat ini menjadi alat agitasi dan propaganda dalam rangka meningkatkan kembali ruang kendali politik guna mengawasi gerak gerik gerilya yang timbul sebagai daya pancing tersendiri untuk menyulut atensi nasional.
Sebagai hasilnya dari jarak rentang waktu antara 2023-2024 adalah pasti bahwa bom waktu ruang kendali yang terstruktur itu kembali menggeliat dan menjadi efek domino bagi kalangan masyarakat majemuk, serta tidak dipungkiri bahwa dari sekian banyak negara dari seluruh dunia selalu mengikutsertakan unsur-unsur lembaga dalam melengkapi informasi serta proses pengendalian menjadi titik acuan yang mumpuni dalam merealisasikan misteri-misteri yang akan terkuak pada 2024, sebut saja adanya unsur intelijen, yang manuvernya kerap menjadi standing position politic bangsa indonesia, mereka punya segala daya yang dibutuhkan untuk itu dan menjadi begitu potensial dalam memecahkan suatu hal yang sifatnya misteri.
Dari prediksi serta melihat kondisi yang sedemikan sukar, bisa jadi bahwa keadaan sosio-kultural menjadi vis a vis ( suatu kondisi yang dimana saling berhadapan ) baik masyarakat urban yang secara perekonomian bisa dibilang sudah maju dengan segala pengetahuan, modernitas budaya dengan masyarakat konservatif yang kerap mempertahankan nilai-nilai kultural kedaerahannya dengan memandang lebih ideal mengenai pilpres dengan komparasi masyarakat urban yang memandang pilpres lebih sarat ke realistik terkait pilpres, hal ini yang menjadi dimana manuver-manuver itu sangat diperlukan guna bagaimana proses cipta kondisi itu sendiri bisa berjalan sebagaimana mestinya.
Dari proses manuver cipta kondisi, adalah tepat bahwa kondisi yang saling berhadapan antar anak bangsa akan kembali terjadi bahkan efek domino nya melebihi apa yang terjadi di 2019? Bisa jadi, pemilu 2024 akan menjadi ajang yang sangat ditunggu-tunggu oleh para pendahulu, sepuh, pemuka agama, hingga elemen masyarakat yang menanti-nanti peluang dirinya dalam proses keikutsertaannya dalam kontestasi, juga tidak terlepas dari dampak sosio-kultural yang akan muncul selepas pemilu 2024 dengan berbagai siasat, perencanaan strategi, dan langkah taktis dewa nya.