Beranda Opini

Menyikapi Kelompok Kriminal Anak Bermotor Oleh : Taufik Qurochman, SH. MH (Founder Pranata Institute)

Pelita.co – Produk Hukum Perwal tentang Penetapan Darurat Sosial Terhadap Aktifitas/Keberadaan Kelompok Kriminal Anak Bermotor di Kota Jambi, Mestinya Lebih Konkret Baik dari Aspek Prenventif mapun Represifnya. Bukan Hanya Deklaratoir dan Terkesan legalisasi Penggunaan APBD, Atau Hanya Menutupi Kegagalan Pemkot dalam Menididik Generasi Muda Progresif n Inovatif yang dampaknya anak-anak sebagai penerus bangsa melakukan tindakan2 kriminal. Mestinya Pemkot Evaluasi ini. Bukan Latah Menerbitkan Kebijkan atau Perwal.

Secara Terminologi Hukum Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan yang wajib mendapakan Perlindungan. Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.Disamping itu juga anak mendapatkan perlindungan khusus.

Baca juga :  Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila Mengubah Mentalitas Serta karakteristik siswa

Perlindungan khusus adalah perlindungan yang diberikan kepada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan, penjualan, perdagangan, anak korban kekerasan bai fisik dan/atau mental, anak yang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran.

Penggunaan Frasa ” Darurat Sosial Kelompok Kriminal Anak” ini sangatlah tidak tepat dan semestinya “Darurat Pendidikan Atas anak Yang Berhadapan dengan Hukum” Karena Pola dan metode Pendidikanlah yang mempengaruhi tumbuh kembang anak.

Sebagai contoh misalnya baru-baru ini 14 Anak SMA Titian Teras yg dihukum tidak boleh mengikuti pendidikan selama tiga bulan berturut-turut bahkan di keluarkan akibat melakukan perplocoan terhadap juniornya.

Baca juga :  PRAJA RMJ Kirim Surat Kepada Gubernur Jambi, Ini Isi Suratnya

Bisa saja maksud 14 anak ini baik untuk menegakan kedisiplinan pada juniornya namun caranya saja yg keliru dan inilah tugas guru dan kepala sekolah untuk mendidik, bukan malah menghukum secara membabibuta dan mengeluarkan dari sekolah.

Penghukuman terhadap anak mengakibatkan trauma dan memunculkan stigma anak-anak nakal yang berkepanjangan, hal inilah yang mempengaruhi tumbuh kembang anak dan karena penghukuman seperti ini berpotensi anak-anak dapat melakukan perbuatan menyimpang.

Fenomena anak yang melakukan Penyimpangan dengan Berkelompok dan Bermotor Melakukan Kekerasan. Ini Perlu disikapi serius dan bijaksana tidak hanya sekedar memberikan Stigma “Kriminal Anak” melainkan dengan melakukan evaluasi pendidikan di sekolah hal ini otorisasinya Gubernur, Walikota/Bupati peningkatan pengawasan orang tua, menciptakan lingkungan bermain yang ramah terhadap anak dan membangun gerakan bersama pendidikan terhadap anak.