Beranda Opini

Republik Connection

Zulfata Pendiri Sekolah Kita Menulis (SKM),(dok ist)

Oleh Zulfata Pendiri Sekolah Kita Menulis (SKM), tinggal di Tebet, Jakarta Selatan

Pelita.co –  Bagi sekelompok orang barangkali selalu mendapat posisi strategis dalam rezim apapun dan siapapun pemimpinnya. Berbagai dinamika republik, bahkan konflik telah padam, namun masih saja ada bekas konflik yang terus menyulut, terpaut dari orde lama, orde baru hingga masa kini. Kalimat sejarah mungkin berulang terkadang telah menjadi keniscayaan.

Diktator, otoritarian, persengkokolan, tipu muslihat dalam proses mendapat kekuasaan atau mempertahankan kekuasaan selalu hadir dalam tahapan penyegaran sejarah dalam bernegara.

Demikian para pelakunya, meskipun ada yang telah meninggal dunia, penerusnya masih ada, dan akan terus ada. Mereka bisa jadi terikat dengan garis ideologi, platform perjuangan, cita-cita, hingga memiliki irisan kepentingan yang sama, yaitu sama-sama mempertahankan eksistensi modal, aset bergerak maupun tak bergerak. Bagi kalangan yang disinggung dalam tulisan ini tidak berlaku yang namanya demokrasi, justru demokrasi jadi barang dagangan atau mainan.

Tidak berlaku yang namanya persaingan sehat, tidak berlaku yang namanya aturan. Semuanya bisa dilabrak dan disulap. Di mana-mana ada orangnya, orang-orangnya tumbuh di segala penjuru, dari wilayah depan barat, depan timur, selatan dan utara.

Kekuatan mereka terus menguat saat apapun kemasan republik berganti.

Mengapa bisa sedemikian? Tentu saja bisa sedemikian, mereka salain terkoneksi, berkonsolidasi laten secara terus-menerus. Bergerak di wilayah abu-abu menerima perintah untuk tetap lincah dalam beradaptasi kemanapun arah mata angin.

Baca juga :  Pesan Keramat Spiritualis Nusantara untuk Anggota DPR

Garis komandonya terus terhubung dengan segala titik koneksi yang tak terputus, terus bersambung dari generasi satu ke generasi lainnya. Demikian dalam hal cakupan wilayah, dari wilayah satu ke wiayah lainnya, dari negara satu ke negara lainnya.

Apa yang disampaikan tersebut di atas adalah ilustrasi untuk memberikan citra dan praktik dalam republik connection, suatu republik yang secara legal tidak ada, namun secara realita orang-orang percaya keberadaannya, karena tidak selamnya harus hitam di atas putih. Tanpa ada connection, prestasi jadi mandul, gerakan terhenti di tengah jalan, akses ke ruang-ruang penting jadi tertutup. Sehingga orang-orang yang tidak memiliki connection cenderung pasrah, menyerah pada keadaan dan membatasi langkah orang lain dengan pengalaman langkahnya yang pendek.

Dalam republik connection, siapapun yang ingin dijadikan pemimpin akan jadi, siapapun yang akan dijadikan besar akan besar, siapapun yang ingin ditangkap akan ditangkap. Kemungkinan erornya sangat kecil dan kemungkinan jadinya sajangat besar. Memahami perkembangan republik connection memang menggiring kita kearah nuansa kebimbangan, nyata atau ilusi dari praktik yang dilakoni dalam republic connection.

Terkadang golongan yang percaya bahwa benar ada yang namanya republik connection itu justru mereka tidak percaya apa yang terlihat dipermukaan, mereka bahkan tidak percaya kalau apa yang dibicarakan oleh masyrakat kecil adalah sebuah permaian dari kalangan segelintir orang saja. Golongan ini memiliki pemikiran terbalik dari pada pemikiran publik pada umumnya.

Baca juga :  Satu Aceh di Kancah Nasional

Sesuatu yang dianggap fakta sejatinya adalah sebuah rekayasa. Sesuatu yang dianggap kepentingan publik sejatinya adalah kepentingan untuk segelintir orang. Seseorang yang tidak dianggap berperan penting namun sejatinya sangat berperan penting. Sesuatu yang telah hilang sejatinya masih ada, sesuatu yang rugi sejatinya untung. Suatu hal yang benar sejatinya adalah hal yang benar.

Suatu yang tidak seharusnya sejatinya memang seharunya. Intinya, ada banyak hal yang tak ideal dalam aktivitas bernegara yang kemudian terpaksa dianggap ideal. Semua itu bisa terjadi karena satu kata kunci yaitu connection.

Sterusnya, bagaimana pendidikan untuk publik terkait pentingnya memahami connection ini? Terutama bagi generasi muda. Jalan utama yang harus ditempuh adalah mengarahkan diri dengan instrumen-instrumen connection tersebut, apakah itu secaman organisasi pengkaderan, organisasi profesi, organisasi dagang, atau ikatan emosional lainnya yang memberi peluang untuk menjadikan setiap orang dapat terhubung dan membentuk sikap saling percaya dalam satu ikatan connection di setiap rumpun connection yang telah ada.

Misalnya, lihatlah berbagai bentuk dan cara main connection yang ada hari ini, siapa yang memiliki koneksi dengan presiden. Siapa yang memiliki koneksi dengan orang lingkar preside. Siapa yang memiliki koneksi dengan pemain lama atau pemain baru. Perumpamaan ini secara tidak langsung memberikan informasi kepada pembaca bahwa connection itu tidak tunggal, ia banyak, terkadang antar connection tersebut saling berbentur atau sengaja dibenturkan, terkadang pula berkoalisi dan akrab, bahkan ada connection yang sengaja dimatikan. Biasanya conncetion yang dimatikan tersebut akibat energinya lemah, kering dan miskin.
Kehadiran republik connection yang terkadang dianggap menyusup dalam sistem negara yang kemudian menjadikan ada banyak sejarah yang disulap oleh penguasa. Sehingga berbagai citra dan fakta yang disampaikan penguasa tidak seperti kejadian apada adanya, melainkan ada apanya. Parcaya atau tidak, keberadaan republik connection ini benar adanya ketika kita berusaha mencermati ada berapa banyak kasus, peristiwa bahkan tragedi yang tidak dapat diselesaikan secara tuntas oleh penguasa negara.

Baca juga :  Milenial: Antara Petani dan Politsi

Bukankah negara memiliki perangkat lengkap untuk menyelesaikannya? Atau jangan-jangan penguasa yang berada di balik negara dengan segala koneksinya justru memaksa negara untuk bersikap tidak ingin mengungkap yang seharusnya menjadi tanggung jawab negara. Oleh karena itu setiap warga negara yang baik mesti mampu untuk melawan lupa terkait posisinya sedang berada di republik apa, dan bagaimana semestinya kita harus melakukan apa? (red)